Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Buktikan, Mayoritas Kasus Corona Berasal dari Superspreader

Kompas.com - 12/06/2020, 13:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 masih berlangsung. World Health Organization (WHO) bahkan menyatakan bahwa pandemi tersebut memburuk di seluruh dunia.

“Pandemi ini telah berlangsung selama lebih dari enam bulan, ini bukan saatnya bagi negara mana pun untuk bersantai,” tutur Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip BBC Indonesia.

Penelitian membuktikan rata-rata satu orang terinfeksi bisa mentransmisikan virus SARS-CoV-2 pada dua atau tiga orang lainnya. Namun, baru-baru ini, para ilmuwan mengidentifikasi adanya superspreader yang bisa menginfeksi lebih dari itu.

Baca juga: WHO: Pandemi Covid-19 Memburuk, Bukan Saatnya Bersantai

Mengutip Live Science, Jumat (12/6/2020), pada Januari lalu ada sebuah laporan di Wuhan tentang seorang pasien Covid-19 yang menginfeksi 14 orang tenaga medis. Hal ini menjadikan pasien tersebut superspreader, seseorang yang mentransmisikan virus pada orang lain dalam jumlah banyak.

Semenjak itu, para ahli epidemiologi mulai merekam angka superspreader di beberapa negara. Di Korea Selatan, sekitar 40 orang yang menghadiri ibadah di gereja terinfeksi dalam waktu yang sama. Di Washington, 32 anggota paduan suara langsung terinfeksi Covid-19 karena satu orang.

Di Chicago, sebelum physical distancing diberlakukan, seorang pasien asimptomatik diketahui mentransmisikan Covid-19 kepada 15 orang. Ia mendatangi mulai dari tempat makan malam, pemakaman, sampai pesta ulang tahun.

Baca juga: Update Corona 12 Juni: 7,58 Juta Orang Terinfeksi dan 3,83 Juta Sembuh

Ahli epidemiologi menyebutkan, keberadaan superspreader bisa mengakselerasi jumlah infeksi dan distribusi geografis dari penyakit Covid-19.

Elizabeth McGraw, Direktur dari Center for Infectious Disease Dynamics di Pennsylvania State University, menjelaskan fenomena ini dan mengapa penemuan superspreader penting bagi peta transmisi Covid-19.

Karakteristik superspreader

McGraw menjelaskan, masuk atau tidaknya seseorang masuk dalam kelompok superspreader tergantung pada beberapa hal, antara lain patogen dalam tubuh si pasien, kondisi biologis pasien, dan perilakunya dalam komunitas.

Perilaku seseorang, mobilitasnya, dan banyaknya kontak dengan orang lain juga berpengaruh terhadap kemungkinan seseorang menjadi superspreader.

Ilustrasi virus corona, penularan virus corona di transportasi umumShutterstock Ilustrasi virus corona, penularan virus corona di transportasi umum

Seorang penjaga toko misalnya, bisa dengan mudah menginfeksi banyak orang karena memegang banyak benda di tokonya. Tenaga medis yang terinfeksi Covid-19 juga bisa dengan mudah menginfeksi banyak orang lainnya.

Seberapa besar populasi superspreader?

Sekelompok ilmuwan di Hong Kong memeriksa jumlah klaster yang terinfeksi berdasarkan contact tracing orang-orang yang berinteraksi dengan pasien Covid-19.

Dalam proses tersebut, ilmuwan menemukan kasus di mana satu pasien bertanggung jawab terhadap enam infeksi baru. Mereka lalu mengestimasi, sebanyak 20 persen orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 bertanggung jawab terhadap 80 persen transmisi lokal di Hong Kong.

Para ilmuwan menyadari bahwa transmisi ini berkaitan erat dengan para pasien Covid-19 yang melakukan kontak sosial lebih banyak dengan orang lain.

Baca juga: Eksploitasi Satwa Liar dapat Tingkatkan Transmisi Virus ke Manusia

Studi lainnya dilakukan oleh sekelompok ilmuwan di Israel. Mereka membandingkan sekuens genetis dari sampel virus corona yang ada di tubuh pasien.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com