Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insentif Kendaraan Listrik Dinilai Tak Tepat Sasaran, Ini Alasannya

Kompas.com - 28/05/2023, 16:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemeritah telah meluncurkan program insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Baik itu berupa motor, mobil, maupun bus listrik.

Kendati demikian, program ini dinilai tidak tepat sasaran. Mulai dari potensi menambah kemacetan di jalan hingga target penerima insentif yang kurang tepat.

Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyampaikan, program insentif kendaraan listrik ini jika dicermati memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) yang dimiliki.

Sehingga, hal itu tidak menyelesaikan masalah kemacetan di jalanan karena kendaraan pribadi, khususnya di perkotaan yang sudah padat.

"Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat," jelasnya dalam keterangan tertulis, pada Minggu (28/05/2023).

Baca juga: Kritik Insentif Mobil Listrik, Pengembang Desak Pemerintah Segera Naikkan Harga Rumah Subsidi

Untuk itu, distribusi kendaraan listrik, terutama sepeda motor, sebaiknya tidak banyak di perkotaan yang sudah padat dan macet.

Misalnya daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa. Di sana umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, serta pasokan BBM masih sulit dan minim.

"Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru," tandas pria juga Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

Di samping itu, pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) yang dijadikan sasaran insentif motor listrik juga dinilai salah kaprah.

Sebab, mereka tidak butuh motor listrik, tetapi tambahan modal untuk mengembangkan usahanya, akses pasar, pelatihan SDM.

Bahkan, setiap pelaku UMKM sudah memiliki sepeda motor, bahkan lebih dari satu motor dalam rumah tangganya.

"Jelas tidak tepat sasaran. Pelaku UMKM yang sudah punya sepeda motor belum tentu mau membeli (sepeda motor listrik), karena mereka pasti harus keluar duit lagi," imbuhnya.

Apalagi, kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia mayoritas disebabkan oleh pengguna sepeda motor. Tentu hal ini juga patut menjadi perhatian.

Mengutip data kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat tahun 2020 dari Korlantas Polri, sepeda motor (roda dua dan roda tiga) tertinggi, yakni 80,1 persen.

Selanjutnya, angkutan barang 7,7 persen, angkutan orang (bus) 6,2 persen, mobil penumpang 2,4 persen, tidak bermotor 2,0 persen dan kereta api 1,6 persen.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com