Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Toilet yang Sulap Kotoran Manusia Jadi Mata Uang Digital Dihentikan

Kompas.com - 21/08/2022, 19:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) telah menutup program sains yang menciptakan toilet yang dirancang untuk mengubah kotoran manusia menjadi listrik, panas, dan mata uang digital bertajuk Science Walden.

Sebelumnya, inovasi tersebut diperkenalkan oleh Profesor Teknik Perkotaan dan Lingkungan dari Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (UNIST) di Cho Jae-weon setahun lalu.

Melansir Reuters, Cho telah merancang toilet ramah lingkungan terhubung ke laboratorium yang diberi nama BeeVi.

Cara kerjanya adalah dengan menggunakan pompa vakum untuk mengirim kotoran manusia ke tangki bawah tanah. Sehingga, dapat mengurangi penggunaan air.

Nantinya, mikroorganisme di tangki bawah tanah dapat memecah limbah menjadi gas metana. 

Sehingga, menjadi sumber energi untuk bangunan, menyalakan kompor gas, ketel air panas, serta sel bahan bakar oksida padat.

Selain itu, dirinya juga telah merancang uang digital bernama Ggool yang dihasilkan dari kotoran manusia di toilet tersebut.

Baca juga: Mengapa Tisu Toilet Umumnya Berwarna Putih?

"Jika kita berpikir di luar kebiasaan, kotoran memiliki nilai yang berharga untuk dijadikan energi dan pupuk. Saya telah memasukkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis," ujar Cho.

Akan tetapi, BeeVi harus dihentikan lantaran dibutuhkan pendanaan lima tahun bagi proyek hasil pemikiran Cho tersebut.

Padahal, dia mempercayai bahwa proyek ini nantinya akan sukses. Namun, beberapa toilet semacam itu saat ini masih tersedia di tempat dia bekerja yakni UNIST.

Cho mengklaim, sejak penemuannya itu, pengguna BeeVi telah lega mendapatkan mata uang digital Ggool.

Lalu juga bermanfaat untuk melakukan token dalam menyediakan energi listrik bagi institut tersebut.

Mata uang itu juga dapat digunakan untuk membeli barang-barang di kampus seperti kopi dan makanan ringan.

Namun, dia mengakui bahwa peluncuran semacam itu akan membutuhkan “struktur kelembagaan” serta investasi infrastruktur yang besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com