Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Berbicara mengenai Orang Asing di Indonesia merupakan salah satu topik yang hangat diperbincangkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal 1 Angka 9 disebutkan bahwa “Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia”.
Setiap Orang Asing yang akan masuk, melakukan perlintasan keluar masuk wilayah Indonesia, serta berada dan berkegiatan di Indonesia wajib mengikuti dan mematuhi segala peraturan perundang-undangan Negara Indonesia, termasuk salah satunya wajib memiliki Penjamin di Indonesia.
Direktorat Jenderal Imigrasi dalam melaksanakan pelayanan keimigrasian sekaligus pelaksanaan pengawasan keimigrasian menerapkan kebijakan selektif (selective policy), yaitu Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia serta harus sesuai dengan maksud dan tujuan keberadaannya. Kebijakan ini dalam rangka melindungi kepentingan nasional.
Kebijakan selektif yang diterapkan juga membutuhkan peran masyarakat yang mengundang dan memberikan penjaminan maupun tanggung jawab atas keberadaan Orang Asing dimaksud selama di Indonesia.
Peran penjamin dapat membantu dalam proses pemantauan dan mengontrol keberadaan Orang Asing yang dijaminnya sehingga diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan yang ditimbulkan oleh Orang Asing.
Prosedur Penjaminan untuk mendatangkan Warga Negara Asing ke Indonesia sebenarnya selama ini telah diterapkan sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Namun demikian, kerap ditemukan di lapangan, Penjamin yang tidak bonafide dan tidak dapat mempertanggungjawabkan penjaminan yang telah diberikannya atas kehadiran Warga Negara Asing yang didatangkan atau diundang.
Dampaknya, penjaminan dari penjamin yang diharapkan menjadi solusi pembiayaan denda atau pemulangan dari Warga Negara Asing yang bermasalah, tidak dilaksanakan dan menghambat kelancaran tugas di lapangan.
Untuk memperkuat peran serta Penjamin dalam hal Keimigrasian di Indonesia serta mewujudkan kepastian hukum terhadap layanan Keimigrasian dan meningkatkan kepatuhan penjamin dalam memberikan penjaminan terhadap Orang Asing di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian yang telah diterbitkan pada 20 September 2021.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian, Orang Asing tertentu yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki Penjamin yang menjamin keberadaannya.
Orang Asing tertentu yang wajib memiliki penjamin meliputi Orang Asing pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK), Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) atau Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap (ITAP).
Kewajiban memiliki Penjamin sebagaimana dimaksud dikecualikan bagi Orang Asing pemegang Izin Tinggal kunjungan yang berasal dari bebas Visa kunjungan, Visa kunjungan saat kedatangan, atau Visa kunjungan dalam rangka wisata.
Selain itu, Orang Asing dalam rangka penanaman modal serta Orang Asing dalam rangka prainvestasi atau rumah kedua dengan jaminan Keimigrasian.
Ketentuan mengenai penjaminan tidak berlaku bagi Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia, namun wajib memiliki penanggung jawab yang terdiri atas suami atau istri warga negara Indonesia atau ayah atau ibu warga negara Indonesia
Terdapat sedikit catatan dalam istilah “rumah kedua” karena dalam Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 sama sekali tidak dijelaskan pengertian rumah kedua.
Istilah rumah kedua muncul setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Namun demikian, penjelasan mengenai istilah rumah kedua tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam penjelasan Pasal 171A huruf f disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "rumah kedua" adalah fasilitas Keimigrasian yang berupa Visa tinggal terbatas yang diberikan kepada Orang Asing dan/atau keluarganya yang tinggal menetap di Indonesia selama 5 (lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun setelah memenuhi syarat tertentu.