Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ardi Permana
Pegawai Negeri Sipil

Analis Keimigrasian Ahli Pertama Direktorat Jenderal Imigrasi

Peran dan Tanggung Jawab Penjamin Orang Asing dalam Proses Imigrasi di Indonesia

Kompas.com - 11/11/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Berbicara mengenai Orang Asing di Indonesia merupakan salah satu topik yang hangat diperbincangkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal 1 Angka 9 disebutkan bahwa “Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia”.

Setiap Orang Asing yang akan masuk, melakukan perlintasan keluar masuk wilayah Indonesia, serta berada dan berkegiatan di Indonesia wajib mengikuti dan mematuhi segala peraturan perundang-undangan Negara Indonesia, termasuk salah satunya wajib memiliki Penjamin di Indonesia.

Kebijakan selektif

Direktorat Jenderal Imigrasi dalam melaksanakan pelayanan keimigrasian sekaligus pelaksanaan pengawasan keimigrasian menerapkan kebijakan selektif (selective policy), yaitu Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia serta harus sesuai dengan maksud dan tujuan keberadaannya. Kebijakan ini dalam rangka melindungi kepentingan nasional.

Kebijakan selektif yang diterapkan juga membutuhkan peran masyarakat yang mengundang dan memberikan penjaminan maupun tanggung jawab atas keberadaan Orang Asing dimaksud selama di Indonesia.

Peran penjamin dapat membantu dalam proses pemantauan dan mengontrol keberadaan Orang Asing yang dijaminnya sehingga diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan yang ditimbulkan oleh Orang Asing.

Prosedur Penjaminan untuk mendatangkan Warga Negara Asing ke Indonesia sebenarnya selama ini telah diterapkan sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Namun demikian, kerap ditemukan di lapangan, Penjamin yang tidak bonafide dan tidak dapat mempertanggungjawabkan penjaminan yang telah diberikannya atas kehadiran Warga Negara Asing yang didatangkan atau diundang.

Dampaknya, penjaminan dari penjamin yang diharapkan menjadi solusi pembiayaan denda atau pemulangan dari Warga Negara Asing yang bermasalah, tidak dilaksanakan dan menghambat kelancaran tugas di lapangan.

Untuk memperkuat peran serta Penjamin dalam hal Keimigrasian di Indonesia serta mewujudkan kepastian hukum terhadap layanan Keimigrasian dan meningkatkan kepatuhan penjamin dalam memberikan penjaminan terhadap Orang Asing di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian yang telah diterbitkan pada 20 September 2021.

Kewajiban memiliki penjamin

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian, Orang Asing tertentu yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki Penjamin yang menjamin keberadaannya.

Orang Asing tertentu yang wajib memiliki penjamin meliputi Orang Asing pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK), Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) atau Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap (ITAP).

Kewajiban memiliki Penjamin sebagaimana dimaksud dikecualikan bagi Orang Asing pemegang Izin Tinggal kunjungan yang berasal dari bebas Visa kunjungan, Visa kunjungan saat kedatangan, atau Visa kunjungan dalam rangka wisata.

Selain itu, Orang Asing dalam rangka penanaman modal serta Orang Asing dalam rangka prainvestasi atau rumah kedua dengan jaminan Keimigrasian.

Ketentuan mengenai penjaminan tidak berlaku bagi Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia, namun wajib memiliki penanggung jawab yang terdiri atas suami atau istri warga negara Indonesia atau ayah atau ibu warga negara Indonesia

Terdapat sedikit catatan dalam istilah “rumah kedua” karena dalam Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 sama sekali tidak dijelaskan pengertian rumah kedua.

Istilah rumah kedua muncul setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Namun demikian, penjelasan mengenai istilah rumah kedua tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dalam penjelasan Pasal 171A huruf f disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "rumah kedua" adalah fasilitas Keimigrasian yang berupa Visa tinggal terbatas yang diberikan kepada Orang Asing dan/atau keluarganya yang tinggal menetap di Indonesia selama 5 (lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun setelah memenuhi syarat tertentu.

Lalu, siapakah yang dapat menjadi Penjamin bagi Orang Asing di Indonesia?

Berdasarkan ketentuan dalam Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian dijelaskan bahwa Penjamin Keimigrasian dibagi menjadi dua.

Pertama, adalah orang perseorangan yang merupakan warga negara Indonesia dengan harus memenuhi persyaratan berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di wilayah Indonesia paling singkat selama 6 (enam) bulan terakhir, tidak sedang dalam proses peradilan pidana, tidak tercantum dalam daftar pencegahan keimigrasian dan berpenghasilan tetap dan/atau memiliki dana aktif yang cukup untuk menjamin Orang Asing.

Kedua, adalah korporasi yang terdiri atas Perseroan Terbatas, Perusahaan Perorangan, Yayasan, Perkumpulan, Koperasi, Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dengan harus memenuhi persyaratan terdaftar sebagai badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sedang dalam sengketa hukum, memiliki dana aktif yang cukup untuk menjamin Orang Asing dan aktif beroperasi.

Lebih lanjut, penjamin dalam bentuk korporasi juga dapat terdiri dari Perwakilan Asing di Indonesia, Organisasi Internasional Non Pemerintahan di Indonesia dan Instansi Pemerintahan yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing selama berada di Wilayah Indonesia.

Penjaminan oleh Penjamin dimulai pada saat Penjamin mengajukan permohonan Visa dan/atau Izin Tinggal bagi Orang Asing yang dijaminnya.

Khusus untuk penjamin dalam hal orang perseorangan warga negara Indonesia dapat memberikan jaminan kepada Orang Asing paling banyak berjumlah 10 (sepuluh) penjaminan.

Pendaftaran penjamin

Untuk memperoleh status Penjamin Keimigrasian bagi Orang Asing yang akan dan/atau datang serta berada di Indonesia tentu harus didahului dengan adanya pengajuan permohonan calon penjamin yang diajukan kepada Direktur Jenderal yang dilakukan secara elektronik atau nonelektronik dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian.

Penetapan Penjamin dilakukan melalui tahapan pemeriksaan kelengkapan persyaratan, pembayaran biaya PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai PNBP yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, profiling, verifikasi, pengecekan lapangan atau permintaan keterangan lain dan rekomendasi dari Direktorat Intelijen Keimigrasian dan terakhir adalah penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi.

Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang setiap paling lama 2 (dua) tahun setiap kali sekali.

Kewajiban dan larangan

Penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijamin selama tinggal di Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap perubahan status sipil, status keimigrasian, dan perubahan alamat.

Penjamin juga wajib membayar biaya yang timbul untuk memulangkan atau mengeluarkan Orang Asing yang dijaminnya dari Wilayah Indonesia apabila Orang Asing yang bersangkutan telah habis masa berlaku lzin Tinggalnya dan/atau dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi.

Selain itu, Penjamin wajib memastikan Orang Asing yang dijaminnya tidak mengubah status menjadi pencari suaka atau pengungsi (refugee), tidak menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum; dan/atau tidak termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu negara asing.

Hal lain yang menarik dalam Permenkumham ini adalah Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM berusaha memastikan kesesuaian keberadaan dan kegiatan Orang Asing dengan Izin Tinggalnya di Indonesia dengan mewajibkan Penjamin untuk memberikan laporan secara berkala setiap 30 (tiga puluh) hari sekali secara elektronik atau nonelektronik mengenai keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijaminnya dengan akurat

Laporan ditujukan kepada direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan keimigrasian dan Kantor Imigrasi setempat.

Selain itu, melakukan upaya untuk mempermudah petugas imigrasi dalam rangka pengawasan keimigrasian terhadap Orang Asing yang dijaminnya, serta menghadirkan Orang Asing yang dijaminnya kepada petugas imigrasi apabila dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan keimigrasian.

Hal ini perlu dilakukan karena dalam praktiknya banyak kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Orang Asing di Indonesia. Namun tidak sedikit pula yang melarikan diri ke daerah lain sehingga keberadaannya sulit ditemukan oleh petugas Imigrasi.

Oleh karenanya, perlu peran Penjaminnya untuk menghadirkan Orang Asing yang dijaminnya kepada petugas imigrasi apabila dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan keimigrasian.

Selain memiliki kewajiban yang melekat, Penjamin Keimigrasian juga dilarang bersama-sama atau tidak bersama-sama dengan Orang Asing terlibat tindak pidana, baik bersifat pidana umum maupun pidana khusus.

Kemudian dilarang bersama-sama atau tidak bersama-sama menghalang-halangi petugas dalam kegiatan pengawasan atau pemeriksaan keimigrasian.

Lalu dilarang bersama-sama atau tidak bersama-sama menyembunyikan Orang Asing dan/atau dokumen Orang Asing ketika dibutuhkan dalam pemeriksaan keimigrasian.

Selain itu, dilarang bersama-sama atau tidak bersama-sama menghilangkan bukti-bukti dugaan pelanggaran atau tindakan pidana keimigrasian yang dilakukan Orang Asing yang dijaminnya, dan/atau dilarang bersama-sama atau tidak bersama-sama memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminannya.

Pengenaan sanksi

Dalam aspek hukum privat dipahami bahwa yang terlibat dalam hubungan kerjasama adalah para pihak dalam status hukumnya individual.

Namun negara dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM pada perannya melaksanakan fungsi pelayanan Keimigrasian dalam aspek hukum publik berkepentingan untuk mengatur hubungan kerjasama dalam hal penjaminan yang berpengaruh pada kualitas pelayanan Keimigrasian.

Kebijakan Penjaminan telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian maupun Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Demikian juga sanksi penjaminan yang sebenarnya telah diatur di dalam Pasal 118 Bab XI Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Namun perlu dipahami bahwa dalam asas hukum pidana Indonesia dikenal istilah ultimum remedium yang mengartikan bahwa hukum pidana merupakan alternatif terakhir dalam penegakan hukum.

Prof Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (2003) menjelaskan bahwa norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama ditanggapi dengan sanksi administrasi.

Begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata, pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata.

Hanya, apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian belum ada pengaturan mengenai pasal sanksi yang bersifat administratif sebagai alternatif awal penegakan hukum bagi penjamin.

Dengan diterbitkannya Permenkumham Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian, maka menjadi peran kontrol dan memberikan efek kongkret secara langsung terhadap pelanggaran yang dilakukan penjamin Keimigrasian.

Sanksi administratif bagi Penjamin terdiri atas peringatan tertulis, pengenaan denda administratif, penghentian hak penjaminan dari Direktur Jenderal dan pembinaan keimigrasian di Rumah Detensi Imigrasi selama 5 (lima) hari.

Sanksi administratif dikecualikan bagi warga negara Indonesia yang kawin secara sah dengan Orang Asing dan Penjamin korporasi yang terdiri dari perwakilan asing di Indonesia, organisasi internasional nonpemerintahan di Indonesia dan instansi pemerintahan.

Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Penjamin Keimigrasian sudah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor IMI-0197.GR.01.01 Tahun 2021 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 36 Tahun 2021 tentang Penjamin Keimigrasian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com