Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunga Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung 3,4 Persen, RI Kena Jebakan Utang China?

Kompas.com - 14/04/2023, 19:58 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia disebut harus menjadikan kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai pelajaran agar tidak asal menggarap proyek infrastruktur yang tidak menghasilkan dan akhirnya terancam terperangkap dalam jebakan utang China.

Pengamat ekonomi dari Intitute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rizal Taufikurahman, berkata ada kemungkinan pengelolaan kereta cepat ini diambil alih oleh China jika Indonesia dinyatakan gagal bayar utang.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan menyebut China hanya mau menurunkan bunga utang proyek kereta cepat menjadi 3,4 persen dari total pinjaman sebesar Rp8,3 triliun.

Baca juga: Ke Beijing, Menlu Jerman Desak China Minta Rusia Hentikan Perang di Ukraina

Proyek kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan Jakarta-Bandung masih menyisakan masalah.

Mulai dari target pembangunan yang molor, pembengkakan biaya proyek sebesar Rp18 triliun, dan kini bunga pinjaman yang dinilai pemerintah terlalu memberatkan.

Pengamat ekonomi Rizal Taufikurahman mengaku sudah memprediksi proyek ini bakal bermasalah.

"Iya, karena dari perencanaan awal terjadi pembengkakan biaya, minta bantuan ke APBN sekitar Rp17 triliun lewat penyertaan modal negara. Ini kelihatan tidak matang dari sisi perencanaan," ujar Rizal kepada BBC News Indonesia, Kamis (13/4/2023).

"Tiba-tiba harga pembebasan tanah jadi naik karena jalurnya masuk ke lahan produktif," sambungnya.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini mulanya diperkirakan menelan biaya Rp86,67 triliun.

Tetapi belakangan terjadi pembengkakan atau cost overrun (kelebihan biaya) menjadi Rp114,24 triliun pada tahun 2021.

Baca juga: Aktivis Tibet: China Sengaja Diskreditkan Dalai Lama Lewat Skandal

Kementerian BUMN menyebut pembangkakan tersebut adalah hal wajar karena situasi pandemi Covid-19 yang berdampak pada kemampuan keuangan konsorsium proyek kereta cepat.

Untuk diketahui, komposisi pembiayaan proyek ini adalah 75 persen berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.

Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60 persen dan 40 persen berasal dari konsorsium China.

Total pinjaman Indonesia ke CDB mencapai Rp8,3 triliun. Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat.

Hanya saja, bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4 persen per tahun dengan tenor selama 30 tahun.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Panjaitan, mengatakan China enggan menurunkan bunga pinjaman menjadi 2 persen dengan tenor selama 40 tahun -yang merupakan skema pembiayaan awal.

Kendati dianggap memberatkan, Luhut menyampaikan, bunga utang yang dipatok China itu "tidak masalah" karena Indonesia memiliki kemampuan untuk membayar dan melunasi pinjaman dari pajak.

Baca juga: China Larang Kapal Berlayar di Utara Taiwan, Ini Alasannya

"Jangan under estimate Indonesia semakin baik loh. Kamu lihat penerimaan pajak naik 4,8 persen karena banyak di Indonesia ini batu bara," ucap Luhut.

Akan tetapi Rizal Taufikurahman menyebut klaim Luhut itu "harus dipertimbangkan lagi".

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com