Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penduduk China Menurun, Tentara Bisa Kena Dampaknya

Kompas.com - 20/01/2023, 06:15 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

BEIJING, KOMPAS.com - Penurunan jumlah laju pertumbuhan penduduk China sejak dikuasai oleh Partai Komunis 70 tahun lalu, menyebabkan munculnya dampak mulai dari perawatan lansia hingga perekrutan tentara.

Jumlah pertumbuhan penduduk sudah menurun selama beberapa tahun terakhir namun angka terbaru hari Selasa (17/1/2023) yang menunjukkan jumlah penduduk berkurang 850.000 orang di tahun 2022 ternyata lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

"Perkembangan ini akan berdampak pada masalah di dalam negeri dan juga masalah strategis secara internasional," kata analis masalah China di American Enterprise Institute di Washington Mike Mazza.

Baca juga: Populasi China Turun Hingga 850.000 Jiwa, Pertama Kali Setelah 60 Tahun

"Singkatnya Partai Komunis akan menghadapi banyak masalah."

Namun, pengamat lainnya tidaklah begitu pesimistis.

"China semakin menjadi negara berteknologi tinggi, sehingga mengkonsentrasikan diri meningkatkan sistem pendidikan, khususnya peningkatan daerah pedesaan, dan bahkan di kota adalah hal yang vital," kata akademisi di University of Miami June Teufel Dreyer.

"Jadi akan terjadi peningkatan produktivitas. Mereka yang lebih makmur akan membeli lebih banyak jadi GDP akan meningkat."

Dengan pola ini akan berlanjut, PBB memperkirakan jumlah penduduk China akan turun dari angka 1,41 miliar ke angka 1,31 miliar di tahun 2050 dan akan terus menurun setelah itu.

Kebijakan satu anak

Kekhawatiran akan jumlah penduduk yang terlalu banyak menyebabkan China menjalankan kebijakan satu anak di akhir tahun 1970-an.

Beijing mengatakan, kebijakan itu mencegah kelahiran sekitar 400 juta orang, namun para pakar tidak sependapat mengenai apakah penurunan tingkat kelahiran sekarang ini disebabkan oleh kebijakan tersebut.

Setelah menghentikan kebijakan satu anak, China sekarang mendorong keluarga untuk memiliki anak lebih banyak.AP/NG HAN GUAN via ABC INDONESIA Setelah menghentikan kebijakan satu anak, China sekarang mendorong keluarga untuk memiliki anak lebih banyak.
Menurut para pakar demografi, kebijakan satu anak tersebut terjadi di saat adanya perubahan besar-besaran dalam masyarakat China, di mana warga pindah ke kota-kota besar di tengah pertumbuhan ekonomi yang cepat.

"Tentu saja kebijakan satu anak memiliki pengaruh," kata Sabine Henning dari Komisi Sosial dan Ekonomi Asia untuk PBB yang berkantor di Bangkok.

"Namun gaya hidup berubah. Biaya hidup meningkat. Jadi warga cenderung ingin punya anak lebih sedikit. Dan ini hasilnya menurunnya tingkat kelahiran yang terus berlanjut sejak kebijakan satu anak dihentikan."

Karena menurunnya tingkat kelahiran, China menghentikan kebijakan satu anak tujuh tahun lalu namun dorongan agar keluarga memiliki lebih banyak anak sejauh ini tidak berhasil, hal yang sama juga terjadi di negara lain.

Pengalaman di Eropa dan Jepang menunjukkan betapa sulitnya mengubah pola berpikir dan membalikkan penurunan dengan kampanye dan insentif dari pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Global
Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com