KIEV, KOMPAS.com - Svitlana Zalishchuk, penasihat kebijakan luar negeri untuk Wakil Perdana Menteri Ukraina untuk integrasi Eropa, mengatakan bahwa keputusan Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya pada 1990-an adalah sebuah kesalahan.
Dia meyakini bahwa invasi Rusia tidak akan dimulai jika Ukraina tidak menyerahkan senjata nuklirnya saat itu.
Ukraina pernah menjadi rumah bagi ribuan senjata nuklir yang ditempatkan di sana oleh Uni Soviet, yang diwarisi negara itu ketika merdeka setelah berakhirnya Perang Dingin.
Baca juga: Invasi di Ukraina Terus Berlanjut, AS Bangun Hotline Militer Terbaru dengan Rusia
Pada tahun 1994, Ukraina menyerahkannya dan sebagai gantinya, kekuatan dunia, termasuk Rusia berjanji untuk tidak melanggar keamanannya.
Ukraina menandatangani Budapest Memorandum on Security Assurances ketika bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir global, yang mengatakan bahwa Rusia, Inggris, dan AS menegaskan kembali kewajiban mereka untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Ukraina.
Ditanya apakah Ukraina membuat kesalahan dalam menyetujui untuk menyerahkan senjata nuklirnya, Svitlana Zalishchuk mengatakan kepada Sky News, "Ya, tanpa keraguan.”
"Jika kita adalah pemilik senjata nuklir saat ini, saya pikir perang ini tidak akan dimulai, tragedi ini tidak akan dialami oleh bangsa saya," ungkap dia.
Zalishchuk mengatakan, kekuatan dunia yang memiliki senjata nuklir akhirnya tak tersentuh dan tidak ditantang dengan kekuatan militer karena perang nuklir adalah bahaya bagi seluruh dunia.
Baca juga: Rusia Serang PLTN Ukraina, AS Aktifkan Tim Respons Insiden Nuklir
"Karena secara sukarela kami menyerahkan senjata nuklir kami dan Memorandum Budapest telah diabaikan, kami menemukan diri kami dalam situasi yang kami hadapi," ujar dia.
"Jika ada satu negara di dunia ini, di Eropa saat ini, yang dapat menuntut jaminan keamanan, itu adalah Ukraina, tepatnya karena kami menyerahkan senjata nuklir kami, justru karena kami menerima jaminan ini dari kekuatan terkuat di dunia bahwa mereka akan melindungi kami jika terjadi sesuatu," lanjutnya.
Beyza Unal, wakil direktur program keamanan internasional di lembaga think tank Chatham House, mengatakan, dirinya memahami mengapa Ukraina mungkin merasa "dikhianati".
Namun, dia menyebutkan, Memorandum Budapest memberi negara mereka "jaminan" yang tidak mengikat secara hukum dan tidak memiliki mekanisme penegakan.
Dia juga menunjukkan bahwa senjata nuklir yang diwarisi Ukraina tidak dapat digunakan tanpa berinvestasi dalam infrastruktur tambahan.
"Itu adalah inventaris Soviet," katanya.
Baca juga: Perbandingan Kekuatan Nuklir Rusia Vs Ukraina
"Anda tidak dapat benar-benar menggunakan senjata itu tanpa memiliki struktur komando dan kontrol yang terkait dengan sistem senjata. Hampir tidak mungkin bagi Ukraina di masa lalu untuk menggunakannya, bahkan sebagai alat tawar-menawar untuk masa depan," pendapat Beyza Unal.
Dia mengatakan tidak diketahui apakah Rusia akan menyerang Ukraina jika negara itu menyimpan senjata dan berinvestasi dalam program nuklir pasca-Soviet.
Dia mencontohkan Perang Yom Kippur 1973 yang terjadi meski ada rumor Israel telah mulai mengembangkan senjata nuklir sebelum itu.
Dia mengatakan memiliki senjata nuklir tidak akan selalu mencegah negara diserang. Dia menilai anggapan tersebut hanya spekulasi.
"Apa yang disadari dunia pada 1960-an, 1970-an, adalah bahwa jika semakin banyak negara memiliki senjata nuklir, maka itu akan menyebabkan bencana besar. Karena pada akhirnya, seseorang akan memutuskan untuk menggunakan senjata mereka,” jelas Beyza Unal.
Baca juga: Presiden Ukraina Minta Bantuan Global Setelah Rusia Serang PLTN Zaporizhzhia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.