Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Kesehatan Sebut Perpecahan Politik di AS Sebabkan Jumlah Kematian Capai 500.000

Kompas.com - 23/02/2021, 16:55 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber REUTERS

CHICAGO, KOMPAS.com - Pakar kesehatan terkemuka di Amerika Serikat (AS) berpendapat perpecahan politik berkontribusi secara signifikan terhadap jumlah kematian Covid-19 yang fantastis, mencapai 500.000 pada Senin (22/2/2021).

Melansir Reuters pada Selasa (23/2/2021), berdasarkan data kesehatan masyarakat, negara dengan ekonomi terbesar dunia itu mencatat lebih dari 28 juta kasus Covid-19 dan jumlah kematian persisnya 500.054 pada Senin sore waktu setempat (22/2/2021).

Dalam wawancara dengan Reuters pada Senin (22/2/2021), Dr Anthony Fauci, pakar kesehatan penyakit menular mengatakan bahwa pandemi Covid-19 merebak di AS ketika negara dalam perpecahan politik.

Baca juga: Di Israel dan Sekitarnya, Vaksin Covid-19 Membawa Kekuatan Politik

Menurutnya, aturan menggunakan masker, salah satu bahasan yang menjadi konflik politik, ketimbang fokus pada aspek kesehatan masyarakat.

“Bahkan dalam keadaan terbaik, ini (Covid-19) akan menjadi masalah yang sangat serius,” kata Fauci.

Ia menerangkan bahwa meskipun sangat mematuhi langkah-langkah kesehatan masyarakat, negara-negara seperti Jerman dan Inggris masih terus berjuang melawan virus corona.

"Tidak dpat dijelaskan bagaimana negara kaya dan canggih dapat memiliki persentase angka kematian tertinggi dan menjadi negara yang paling terpukul di dunia," ujar Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular dan penasihat utama untuk Presiden Joe Biden.

Baca juga: Covid-19 di AS Tewaskan 500.000 Orang Lebih, Terparah dalam 100 Tahun

Orang Amerika Serikat sekitar 4 persen dari populasi global, tapi menyumbang hampir 20 persen dari semua kematian akibat Covid-19 di dunia.

“Ini adalah hal terburuk yang terjadi di negara ini, sehubungan dengan kesehatan bangsa dalam lebih dari 100 tahun,” kata Fauci.

Ia menambahkan bahwa beberapa dekade dari sekarang, orang akan berbicara tentang “tahun mengerikan terjadi pada 2020, dan mungkin 2021”.

Baca juga: Sempat Klaim Covid-19 Hilang Hanya Pakai Doa, Presiden Tanzania Akhirnya Desak Warga Pakai Masker

Selama sebagian besar 2020, Fauci bertugas di Satuan Tugas Virus Corona Gedung Putih di bawah Presiden Donald Trump.

Saat itu, ia sering berselisih dengan presiden, yang berusaha untuk mengecilkan tingkat keparahan pandemi Covid-19, meskipun dirinya sendiri tertular virus corona, tapi tetap menolak untuk mengeluarkan mandat penggunaan masker nasional.

Trump kadang-kadang bahkan menyerang kredibilitas Fauci, merusak pesan kesehatan publiknya.

Kegagalan bangsa tidak bisa semuanya diletakkan di bawah kendali Donald Trump, kata Fauci.

Baca juga: Joe Biden Akan Lakukan Upacara Duka Cita Peringati 500.000 Kematian Orang AS karena Covid-19

“Tetapi, kurangnya keterlibatan di puncak kepemimpinan dalam mencoba melakukan segala sesuatu yang berbasis sains, jelas merugikan upaya tersebut,” tandasnya.

Titik puncak perpecahan politik dalam penanganan Covid-19, menurutnya datang ketika beberapa negara bagian dan kota mengabaikan rekomendasi bertahap Satgas Covid-19, tentang cara membuka kembali negara dengan aman setelah lockdown musim semi.

Dia menyebut pengabaian itu oleh beberapa gubernur dan wali kota "tidak dapat dimengerti oleh saya (ketika) Anda dapat melihat tepat di depan mata Anda apa yang terjadi."

"Ketika semangat Amerika begitu terpecah, itu benar-benar membuat saya sedih," katanya.

Baca juga: AS Minta Para Pendeta Atasi Perpecahan Rasial Soal Vaksin Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Global
Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Global
Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Global
Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Global
Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Global
Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Global
Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Global
Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Global
Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Global
Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Global
Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Global
Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Global
Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Global
China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

Global
Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com