Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal Baru dalam Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek 2023, Beda dari Sebelumnya

Kompas.com - 24/11/2023, 13:56 WIB
Erwin Hutapea

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Keberanian penulis esai sastra untuk memunculkan istilah dan idiom baru menjadi salah satu kriteria bagi dewan juri untuk menentukan pemenang dalam Penghargaan Sastra Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Tahun 2023.

Maman S Mahayana yang menjadi juri dalam kategori Esai Sastra mengatakan, keberanian itu dapat memperkaya dan mengeksploitasi bahasa Indonesia sehingga memunculkan istilah-istilah baru.

“Di sinilah kebaruannya, keberanian penulis esai menawarkan idiom dan sebagainya yang memperkaya bahasa Indonesia. Penulis esai memang punya kesempatan untuk mengeksploitasi bahasa sehingga kemudian memunculkan istilah-istilah baru,” ujar Maman dalam Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Kategori Esai Sastra Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023, Kamis (23/11/2023) di Jakarta.

Menurut dia, masyarakat akan tetap mau membaca karya sastra tersebut walaupun isinya berat, antara lain karena khazanah katanya banyak.

Kriteria kedua yang juga menjadi hal baru dalam Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek tahun ini adalah cara penyajian karya tersebut.

Maman mencontohkan karya kumpulan esai sastra dengan judul Kaki Kata oleh
Nirwan Dewanto yang seolah-olah menggambarkan kondisi geografis suatu tempat, tetapi ternyata juga menceritakan tentang pengaruh sastra dalam hidup penulis itu.

“Misalnya geografi di dalam bukunya Nirwan. Saya pikir dia mau cerita tentang tempat, ternyata tidak. Dia bicara tentang bagaimana pengalaman dia berhubungan dan keterpengaruhan dia dengan sastra,” imbuhnya.

Bicara mengenai penilaian, Maman memastikan bahwa penilaian yang dilakukan adalah obyektif. Dewan juri menilai semata-mata pada karya sastra yang dihasilkan, bukan penulisnya.

“Kami menutup siapa nama pengarangnya. Kami tidak mendasari pernyataan ‘keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat’. Jangan jadikan itu senjata untuk bertindak subyektif. Kalau saya subyektif dan melanggar hati nurani, ya enggak bisa tidur. Maka, penting juga soal obyektivitas itu,” jelasnya.

Selain itu, menurut dia, hasil penilaian pun dapat dipertanggungjawabkan bukan hanya secara akademis dan di hadapan publik, bahkan juga pada hati nurani dan kepada Tuhan.

“Kami bertanggung jawab tidak hanya kepada publik, tetapi juga kepada Tuhan dan hati nurani. Ini yang membuat apa pun yang diputuskan buat saya tenang. Orang juga kalau misalnya mau berdebat, bisa saya perdebatkan. Ada pertanggungjawaban akademisnya,” tutur Maman.

Baca juga: Masyarakat Perlu Tahu, Ada Sosialisasi Pemenang Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek 2023

Dewi Anggraeni (kiri) dan Nirwan Dewanto (tengah) dalam acara Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Kategori Esai Sastra Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023, Kamis (23/11/2023) di Jakarta.KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Dewi Anggraeni (kiri) dan Nirwan Dewanto (tengah) dalam acara Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Kategori Esai Sastra Penghargaan Sastra Kemendikbud Ristek Tahun 2023, Kamis (23/11/2023) di Jakarta.

Sementara itu, Nirwan Dewanto sebagai penulis buku berjudul Kaki Kata menerangkan tentang asal-usul pemilihan judul tersebut.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat sudah akrab dengan kata-kata bersayap, misalnya berupa metafora dan simbolisme. Kemudian, dia mencoba memilih satu pengertian bahwa kata bersayap itu adalah puisi atau semacam puisi.

Bagi dia, puisi itu akan membawa kita meninggi ke langit, meninggi untuk menghayati sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh bahasa atau komunikasi sehari-hari.

“Kata yang berkaki itu kata yang bisa lari di atas bumi. Jadi kalau kata bersayap itu puisi, maka kata berkaki itu adalah prosa. Kata yang bersayap itu membuat kita itu berpikir tentang sesuatu yang mirip surga,” ucap Nirwan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com