Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syafbrani ZA
Penulis dan Konsultan Publikasi

Penulis Buku diantaranya UN, The End..., Suara Guru Suara Tuhan, Bergiat pada Education Analyst Society (EDANS)

Kampanye di Sekolah dan Ilusi Pendewasaan Politik

Kompas.com - 23/08/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera merevisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.

Langkah itu dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terbaru yang pada intinya mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan beberapa syarat (Kompas.com, 18/8/2023).

Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dua hari jelang peringatan HUT RI Ke-78 itu memang membuat sedikit ramai.

Meskipun jika ingin diakui secara jujur, para peserta Pemilu pada periode-periode sebelumnya secara tidak langsung sudah terbiasa ‘masuk’ ke lembaga pendidikan, di antaranya di sekolah.

Namun, agaknya tahun ini mereka bisa masuk benaran. Terang-terangan, tidak perlu malu-malu.

Ada pandangan bahwa kampanye di lembaga pendidikan — yang katanya dengan catatan tata caranya diatur — menjadi momentum untuk pendewasaan politik.

Namun, untuk saat ini harapan pendewasaan politik dengan menghadirkan kampanye di sekolah maupun kampus hanyalah ilusi belaka.

Terlalu jauh jika pendewasaan politik itu harus dilakukan dengan mengorbankan lembaga yang selama ini dijaga dari tarik-menarik kepentingan politik praktis.

Padahal jalan utama melahirkan pendewasaan politik itu adalah keteladanan dari para aktor-aktor politik tersebut.

Pertanyaannya, apa yang selama ini mereka pertontonkan kepada generasi muda bangsa yang sedang menuntut ilmu di berbagai lembaga pendidikan itu?

Beda pilihan berakhir pemecatan. Saat koalisi selalu terlihat bersatu, pecah koalisi tak pernah menahan diri untuk terus berseteru. Hari ini berteman, besok menjadi lawan.

Saat berlawanan saling menjatuhkan, saat berbagi kursi saling memuji. Belum lagi soal janji-janji yang tidak ditepati. Kaderisasi basa-basi. Kabar-kabar tentang korupsi.

Agaknya itulah sekelumit pandangan kita atas apa yang tertayang dan menghiasi kehidupan selama ini.

Pemimpin dan para politisi negeri hari ini sepatutnya menyadari, tanpa menghadirkan kampanye di sekolah saja kondisi masyarakat sudah terpolarisasi.

Lantas, apakah tega andai polarisasi ini ikut-ikutan tumbuh subur di dalam ruang-ruang kelas sekolah? Apakah pendidikan tidak berduka jika perseteruan-perseteruan menggeliat di antara para guru?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com