Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Johannes Sutanto (Gendhotwukir)
Swasta

Penikmat sastra dari Rumah Baca Komunitas Merapi (RBKM). Penulis pernah mengenyam pendidikan di Philosophisch-Theologische Hochschule Sankt Augustin, Jerman dan saat ini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta.

Menumbuhkan Minat Baca Siswa

Kompas.com - 14/09/2022, 10:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENUMBUHKAN minat baca di kalangan anak didik (siswa) bukan hanya menjadi tanggungjawab orangtua di rumah, melainkan juga menjadi tanggungjawab pihak sekolah, tempat orangtua mempercayakan putra-putrinya untuk dididik oleh para guru dalam sebuah proses yang dinamakan proses belajar-mengajar.

Tanggungjawab pendidik tentu saja tidak boleh hanya bermuara pada proses mengajar dalam pengertian sesempit para guru mengantarkan pengetahuan pada siswa, mengembangkan bakat siswa, membentuk kemampuannya untuk mengerti, memahami, menilai dan menyimpulkan serta mendiskusikan pengetahuan, tetapi perlu juga menyentuh pada substansi yang disebut “perangsangan“ anak didik untuk gemar membaca.

Harus jujur diakui, budaya membaca dari para siswa sampai saat ini belum menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan yang menggembirakan di tengah gempuran digitalisasi. Hasil studi UNESCO dan PISA masih memperlihatkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

Pada dasarnya pihak sekolah memang bertanggungjawab ikut menumbuhkan minat baca siswanya karena dari sana lah sumber kreativitas siswa akan muncul.

Mengajar berarti juga membantu siswa untuk mengembangkan fantasi, empati dan hasrat-hasratnya.

Penumbuhan dan pengembangan fantasi, empati dan hasrat siswa tentu saja akan meningkatkan kreativitas.

Lantas bagaimana pihak sekolah menyiasati persoalan ini? Bagaimana pihak sekolah membiasakan siswanya dengan buku-buku bacaan edukatif dan bermutu sehingga mampu membantu penumbuhan dan pengembangan fantasi positif, hasrat dan empati mereka?

Apresiasi karya siswa

Di masa lalu penulis berkesempatan mempraktikkan ilmu pedagogi di beberapa kelas di Jerman. Penulis menyibukkan diri dengan praktik mengajar di Sekolah Dasar (Grundschule) hingga Sekolah Menengah Umum (Gymnasium, Realschule dan Oberschule).

Ada suasana dan perasaan lain yang penulis serap dan rasakan, ketika sedang memasuki lorong-lorong sekolah dan ruang kelas.

Suasana dan perasaan yang tidak pernah penulis rasakan ketika memasuki lorong-lorong sekolah dan ruang kelas di Indonesia.

Di sepanjang lorong sekolah terpampang hasil karya siswa entah lukisan, mainan atau hasil karya ketrampilan lainnya yang kreatif dan tersebar di mana-mana, tetapi tetap estetis.

Dinding, pintu dan kaca jendela tak luput dari sergapan siswa untuk menampilkan dan menunjukkan hasil kreasinya.

Pemandangan di atas sudah menjadi pemandangan sehari-hari, bukan karena sedang ada kunjungan pejabat atau pameran seni dan ketrampilan siswa.

Ketika memasuki ruang kelas dan memandang ke seluruh ruang kelas, terpampang jelas pemandangan yang tidak jauh berbeda seperti di lorong-lorong sekolah.

Hasil karya siswa tertempel rapi di dinding, di kaca-kaca jendela bahkan tergantung di langit-langit ruangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com