KOMPAS.com - Lokananta merupakan perusahaan rekaman musik pertama milik Indonesia, yang berlokasi di Kota Solo, Jawa Tengah.
Kini, di tengah perkembangan industri musik modern, Lokananta menjadi museum yang menyimpan sejarah panjang musik Tanah Air.
Ada fakta unik di balik berdirinya Lokananta, ketika awal menjadi stasiun radio, pabrik piringan hitam, sampai studio musik.
Awalnya, studio musik Lokananta bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang berdiri pada 1 April 1933.
Mangkunegara VII menginisiasi pembangunan RSV. Studio sekaligus radio siaran ketimuran pun dibangun di Solo, yang menjadi salah satu pelopor modernisasi di Jawa.
SRV menyiarkan berita, musik, dan informasi seputar budaya Nusantara. Mulai musik keroncong, gamelan Bali, Melayu, sampai Hawaiian Maluku.
Pada 1955, namanya berubah menjadi Indra Vox dan berkembang menjadi pabrik piringan hitam.
Setahun setelahnya, tepatnya pada 29 Oktober 1956, studio dan pabrik piringan resmi menjadi perusahaan rekaman milik negara.
Karena namanya terlalu "barat", Presiden Soekarno mengusulkan untuk mengganti nama dengan lebih lokal.
Akhirnya pada 1958, piringan hitam yang diproduksi mulai coba dipasarkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dan diberi label Lokananta.
Lokananta memiliki arti gamelan surgawi yang dapat berbunyi sendiri dengan merdu.
Lokananta telah mencetak lebih dari 42.000 piringan hitam. Sementara, yang tersimpan di museum ada sekitar 53.000 keping dan 5.670 master rekaman bersejarah.
Akibat maraknya pembajakan piringan hitam. Lokananta kemudian menjajal produksi kaset mulai 1971.
Saat Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, video asli Soekarno membacakan proklamasi tidak disertai dengan suara.
Pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Jusuf Ronodipuro dan inisiator pendirian Lokananta R Maladi menyayangkan rekaman bersejarah itu tidak dilengkapi suara.