KOMPAS.com - Sebelum astronomi berkembang seperti sekarang, komet diasosiasikan sebagai pertanda dari Tuhan, anomali alam semesta, serta menjadi benda langit yang berkelana bebas di luar angkasa.
Edmond Halley (1656-1742), seorang astronom asal Inggris, kemudian membuktikan pola gerak sebuah komet berdasarkan teori gravitasi dan catatan kemunculannya.
Dilansir Britannica, pada 1705 Halley menerbitkan sebuah katalog berisi kemunculan 24 komet. Tiga di antaranya memiliki orbit yang sama, yakni yang muncul pada 1531, 1607, dan 1682.
Dia menyimpulkan bahwa tiga kemunculan itu sesungguhnya adalah satu komet yang bergerak melalui jalur yang sama, dan akan tampak dari bumi sekitar 76 tahun sekali.
Halley menggabungkan data itu dengan teori gravitasi dari ilmuwan Isaac Newton. Teori itu menghasilkan kesimpulan bahwa komet juga sesungguhnya terpengaruh daya tarik matahari dan mengelilinginya melalui jalur orbitnya.
Dengan demikian, melalui karya ilmiah itu juga, dia menyatakan yakin komet yang sama akan terlihat lagi sekitar 1758. Nyatanya, komet itu datang lagi pada 25 Desember 1758.
Benda angkasa yang kemudian dinamai Komet Halley itu mencapai titik terdekat dengan matahari atau posisi perihelion pada tanggal 12 Maret 1759, dan versi lain mengatakan 13 Maret pada tahun tersebut.
Komet ini pun menjadi yang paling terkenal karena merupakan hasil identifikasi pertama terhadap benda luar angkasa yang sebelumnya tampak misterius itu.
Sayangnya. Halley tidak menyaksikan peristiwa itu karena telah meninggal dunia pada 1742. Sejak teorinya terbukti, jadwal kedatangan Komet Halley menjadi perhatian para astronom.
Di antaranya saat mereka mengambil gambar pertamanya menggunakan Teleskop Hale 200 inci di Observatorium Palomar di California pada 16 Oktober 1982. Saat itu komet berada di luar orbit Saturnus.
Komet itu terus diamati hingga mencapai posisi perihelion pada 9 Fabruari 1986, dan di titik terdekat dengan bumi pada 10 April di tahun yang sama.
Lima pesawat luar angkasa yang sempat berpapasan dengannya ialah Sakigake dan Suisei asal Jepang, Vega 1 dan Vega 2 milik Uni Soviet, serta buatan Badan Antariksa Eropa Giotto yang sempat hanya berjarak 596 km dari inti komet.
Visual yang dihasilkan Giotto memperlihatkan kandungan-kandungan yang ada dalam bongkahan komet yang berukuran sekitar 15 x 8 km itu, yakni es, debu, dan karbon.
Astronom asal Amerika Serikat (AS) Fred Whipple kemudian memberinya julukan bola salju kotor.
Temuan itu membantah pendapat astronom Inggris RA Lyttleton sebelumnya, bahwa benda itu berupa kumpulan debu dan gas.
Secara resmi komet itu mendapat nama 1P/Halley, di mana Halley melekat sebagai nama penemunya. Pemberian nama komet biasanya menurut pada nama penemu, observatorium atau teleskop yang digunakan.
Sementara huruf P menjelaskan bahwa ia bersifat periodik, yang artinya memiliki periode orbit kurang dari 200 tahun, sebagaimana diterangkan NASA.
Kemunculan terakhirnya ialah tahun 1986 di mana teleskop modern digunakan untuk pengamatan. Jadwal lewat Komet Halley di pusat tata surya berikutnya, diperkirakan terjadi pada Juli 2061.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.