KOMPAS.com - Setelah diakuisisi oleh Elon Musk, Twitter berencana menerapkan biaya langganan 8 dollar AS per bulan untuk akun terverifikasi bertanda centang biru.
Sebelumnya, tanda centang biru diberikan tanpa biaya berlangganan kepada sejumlah akun yang dianggap layak dan telah melalui proses autentikasi.
Akun-akun ini umumnya dimiliki oleh figur publik yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan umum seperti politisi, selebritas, lembaga pemerintah, dan organisasi.
Dikutip dari Aljazeera, kebijakan baru ini akan diterapkan lebih dahulu di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Pengguna dengan akun terverifikasi akan diberikan waktu untuk memutuskan berlangganan. Jika tidak, maka akun tersebut akan kehilangan tanda centang biru.
Kebijakan akun terverifikasi berbayar ini diumumkan Elon Musk tak lama setelah pebisnis itu mengambil alih Twitter pada akhir Oktober lalu.
Twitter’s current lords & peasants system for who has or doesn’t have a blue checkmark is bullshit.
Power to the people! Blue for $8/month.
— Elon Musk (@elonmusk) November 1, 2022
Pendiri lembaga riset media sosial Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan, keputusan Elon Musk itu merupakan eksperimen untuk mengatasi permasalahan yang membelit Twitter.
Menurut Fahmi, Elon Musk berupaya untuk mengalihkan Twitter dari model bisnis yang membuat platform tersebut sangat bergantung pada iklan.
Model bisnis seperti itu membuat algoritma Twitter lebih mementingkan hal-hal kontroversial dan emosional, karena menimbulkan interaksi atau engagement yang tinggi.
"Dan ternyata itu men-drive apa? Ya hal-hal yang sifatnya disinformasi jadi banyak, karena itu men-drive engagement jadi tinggi," kata Fahmi kepada Kompas.com, Jumat (4/11/2022).
Fahmi menilai, melalui kebijakan ini Elon Musk mencoba membangun ruang digital yang terbuka dan seimbang bagi semua pihak serta bersih dari akun bot.
Bot atau akun yang diprogram otomatis untuk tujuan tertentu, telah dicurigai sebagai penyebab maraknya penyebaran disinformasi di Twitter.
Pada Mei 2020, hasil studi tim peneliti Carnegie Mellon University menunjukkan, hampir separuh akun Twitter yang menyebarkan konten terkait pandemi Covid-19 kemungkinan adalah bot.
Para peneliti menyaring lebih dari 200 juta twit yang membahas virus corona sejak Januari 2020 dan menemukan bahwa sekitar 45 persen dikirim oleh akun yang berperilaku seperti robot terkomputerisasi daripada manusia.
Sebelum menyelesaikan pengambilalihan Twitter, Elon Musk sendiri sempat melontarkan klaim bahwa 20 persen dari seluruh akun Twitter merupakan akun palsu.