KOMPAS.com - Penembakan massal di sekolah atau school shooting menjadi momok yang menghantui Amerika Serikat, dengan jumlah kasus yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dilansir dari The Conversation, kasus school shooting per 24 Oktober 2022 telah mencapai 257. Angka tersebut melampaui 250 kasus pada 2021.
Sedangkan pada 2020 tercatat 114 kasus school shooting, turun sedikit dari 2019 dan 2018 yang sama-sama mencatatkan 119 kasus.
Adapun jumlah korban meninggal dunia karena penembakan di sekolah antara 2018 hingga 2022 tercatat sebanyak 52 orang.
Di tengah kekhawatiran banyak pihak akan ancaman school shooting, masalah bertambah dengan munculnya laporan-laporan palsu menyangkut insiden tersebut.
Laporan palsu yang dikenal dengan istilah "swatting" ini membuat petugas keamanan kelimpungan, karena bagaimana pun mereka harus merespons setiap laporan dengan serius.
Baca juga: CEK FAKTA: Benarkah Klaim Ted Cruz, Amerika Serikat Negara Paling Aman di Dunia?
Lusinan, mungkin ratusan, dari laporan palsu ini adalah panggilan 911 otomatis dari luar negeri, tetapi polisi tidak punya pilihan selain merespons.
Dilansir dari NPR, peneliti ekstremisme Emmi Conley menemukan kejanggalan dari serangkaian swatting melalui panggilan 911 otomatis ini.
"Skala dan garis waktu kejadiannya sangat, sangat tidak biasa," kata Conley.
Dia mengatakan, laporan-laporan palsu ini sangat konsisten dan terkoordinasi dengan rapi.
"Mereka terkoordinasi. Mereka dikelompokkan negara bagian demi negara bagian dan distrik demi distrik, dan mereka juga berkelanjutan. Jadi seseorang melakukan upaya yang signifikan untuk mempertahankannya," tuturnya.
Baca juga: 1 Agustus 1943: Kerusuhan Harlem, Dipicu Misinformasi Penembakan ke Tentara Kulit Hitam
Dalam sebuah pernyataan, Biro Investigasi Federal atau FBI mengatakan mengetahui insiden tersebut, tetapi "tidak memiliki informasi untuk menunjukkan ancaman spesifik dan kredibel."
Biro tersebut mengatakan sedang bekerja dengan penegak hukum di setiap tingkat untuk menyelidiki kasus-kasus tersebut.
Namun beberapa laporan berita, termasuk di Minnesota dan Louisiana, mengutip otoritas lokal yang mengatakan bahwa panggilan itu mungkin berasal dari Afrika atau, khususnya, Ethiopia.