Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Senjata Kimia Saat Perang Dunia I hingga Tercipta Gas Air Mata

Kompas.com - 07/10/2022, 12:57 WIB
Ahmad Suudi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gas air mata telah banyak digunakan oleh kepolisian berbagai negara untuk mengendalikan massa dalam aksi protes atau kerumunan lain yang dianggap berisiko.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat (AS) mengategorikan gas air mata atau pengendali kerusuhan sebagai senyawa kimia yang dapat menimbulkan dampak sementara terhadap seseorang, seperti iritasi pada mata, mulut, tenggorokan, paru-paru, dan kulit.

Penggunaan gas air mata bisa menyebabkan keracunan dengan berbagai tingkatan, berdasarkan jumlah, tempat, cara paparan, hingga lama waktu paparan.

Bila jumlahnya tidak terlalu banyak, secara umum efek paparannya akan berlangsung selama 15 sampai 30 menit setelah seseoran  dievakuasi dan dibersihkan dari paparan.

Baca juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan, Muncul Petisi Berhenti Gunakan Gas Air Mata

Awalnya, beberapa negara menggunakan gas beracun dalam masa perang, kemudian berkembang menjadi gas air mata sebagai alat pengendali massa.

1. Pembuatan dan pemakaian pertama

Dilansir dari History.com, saat Perang Dunia I (1914-1918), Jerman mulai mengembangkan senjata kimia dengan menempatkan tabung gas air mata berukuran kecil pada peluru senjata api.

Tahun 1915 mereka mengembangkannya lagi menggunakan bahan xylyl bromide yang lebih mematikan, dan menggunakannya untuk menyerang pasukan Rusia di Front Timur.

Rusia cukup terbantu dengan kondisi musim dingin saat itu karena sebagian gas beracun membeku. Namun korban jiwa dari peperangan di awal tahun itu mencapai ribuan orang.

Jerman menggunakan gas beracun di kesempatan berikutnya pada masa Perang Dunia I, namun tidak berhasil memanfaatkannya secara efektif hingga akhirnya kalah.

2. Gagasan ahli strategi perang

Pada tanggal 22 April 1915, Jerman menggunakan gas beracun di Perang Ypres dan berhasil menghancurkan dua divisi dari Perancis dan Aljazair.

Jerman dan musuhnya sama-sama terkejut bagaimana senjata kimia dengan mudah bisa menghancurkan sebuah pasukan.

Setelah Pertempuran Ypres, Perancis dan Inggris mengembangkan senjata kimia mereka sendiri serta masker pelindung dari gas.

Jerman kembali lebih maju ke depan, yakni menggunakan gas mustard yang bisa melepuhkan kulit, berdampak buruk pada mata, kulit, paru-paru, dan pembuluh darah.

Baca juga: Hujan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan, 8 Ditembakkan ke Tribune, 3 ke Lapangan

Ahli strategi militer mendukung penggunaan gas beracun sebagai pilihan serangan dalam berperang, karena menghambat respons musuh dan meminimalisasi korban jiwa.

Ternyata masker gas dan pakaian pelindung diri bisa mengurangi efektivitas jenis senjata itu. Senjata kimia tidak efektif digunakan terhadap musuh yang juga memilikinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

[HOAKS] KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

[HOAKS] Puan Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

[KLARIFIKASI] Azan Berkumandang di Lancaster House, Bukan Istana Buckingham

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks The Simpsons Prediksi Nyamuk Wolbachia, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Sri Mulyani Sebut Jokowi Lunasi Utang Negara di Sidang MK

Hoaks atau Fakta
Fakta Timnas Indonesia: Patahkan Tradisi Olimpiade Korsel, Brace Perdana Rafael Struick

Fakta Timnas Indonesia: Patahkan Tradisi Olimpiade Korsel, Brace Perdana Rafael Struick

Data dan Fakta
Benarkah Penembak Jitu Disiagakan Saat Unjuk Rasa Pro-Palestina di Ohio State University?

Benarkah Penembak Jitu Disiagakan Saat Unjuk Rasa Pro-Palestina di Ohio State University?

Hoaks atau Fakta
Konten Satire soal Batas Usia Pengguna Spotify

Konten Satire soal Batas Usia Pengguna Spotify

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto RA Kartini Memakai Kerudung dan Kacamata

[HOAKS] Foto RA Kartini Memakai Kerudung dan Kacamata

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] KPU Jatim Belum Keluarkan Spesimen Surat Suara Pilkada 2024

[KLARIFIKASI] KPU Jatim Belum Keluarkan Spesimen Surat Suara Pilkada 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bantuan Dana Rp 75 Juta dari BPJS Kesehatan

[HOAKS] Bantuan Dana Rp 75 Juta dari BPJS Kesehatan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bendera GAM Berkibar Setelah Prabowo Menang Sengketa Pilpres di MK

[HOAKS] Bendera GAM Berkibar Setelah Prabowo Menang Sengketa Pilpres di MK

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Sebelum Pilpres 2024

[VIDEO] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Sebelum Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Anak di Jayapura Tidak Tertular Virus Misterius yang Menyebar Lewat Angin

[KLARIFIKASI] Anak di Jayapura Tidak Tertular Virus Misterius yang Menyebar Lewat Angin

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks, Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

INFOGRAFIK: Hoaks, Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com