KOMPAS.com - Ketimpangan ekonomi masyarakat bisa dilihat dalam sebuah kawasan, seperti lingkup desa, kabupaten, negara, hingga cakupan global.
Bila di sebuah desa ada yang sangat kaya dan sangat miskin, dalam skala global pun hal itu dirasakan sebagian besar generasi milenial di berbagai negara.
Hal itu menjadi salah satu poin hasil survei oleh Deloitte, sebuah kelompok akuntan global terbesar di dunia yang berkantor di Amerika Serikat, dalam laporan mereka yang berjudul "The Deloitte Global 2022 Gen Z and Millennial."
Generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1995-2010, dan yang termasuk generasi Y atau milenial adalah yang lahir tahun 1981-1994.
Laporan itu mengatakan, 72 persen generasi Z dan 77 persen generasi milenial peserta survei di seluruh dunia, setuju ketimpangan ekonomi semakin melebar.
Baca juga: Cerita Siami, Perajin Kain Tenun Osing Terakhir di Banyuwangi...
Artinya, perbedaan jumlah uang yang dimiliki si kaya dan si miskin semakin jauh selisihnya. Uang si kaya semakin bertambah, dan si miskin semakin berkurang.
Apakah kegiatan ekonomi atau bisnis yang ada, telah berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat?
Sebanyak 45 persen generasi Z dan 44 persen milenial, mereka menyatakan setuju bisnis-bisnis itu telah berdampak positif pada masyarakat.
Laporan survei itu mengatakan, angka tersebut turun berturut-turut selama lima tahun terakhir.
Kemudian hanya 12 persen dari seluruh responden yang mengaku berharap ekonomi negaranya akan membaik 12 bulan ke depan. Angka itu sama seperti tahun sebelumnya.
"Generasi Z dan milenial juga terus menjadi sangat prihatin tentang ketidaksetaraan kekayaan. Dan kepercayaan (mereka) pada bisnis menurun," bunyi laporan tersebut, dikutip Selasa (14/6/2022).
Baca juga: Generasi Milenial Lebih Cinta Hewan Peliharaan daripada Keluarganya
Dalam rilis pers Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat ketimpangan pengeluaran (belanja) penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio pada bulan Maret 2020 adalah 0,381.
Kemudian pada September 2020 Gini Ratio menjadi 0,385 atau naik 0,004 dari Maret 2020. Kemudian pada periode Maret 2021, angkanya kembali turun 0,001 menjadi 0,384.
Artinya kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia tak selalu turun sebagaimana yang ditargetkan pemerintah, melainkan fluktuatif.