Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isi Tuntutan Demo Buruh 2024: Tolak UU Cipta Kerja dan Upah Murah

Kompas.com - 01/05/2024, 15:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ribuan buruh menggelar aksi damai unjuk rasa peringatan Hari Buruh atau May Day 2024, Rabu (1/5/2024).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan aksi tersebut melibatkan ratusan ribu buruh yang berasal dari seluruh Indonesia.

"Setelah itu, pukul 12.30 massa aksi 50.000 buruh akan bergerak dari Istana ke Istora Senayan untuk merayakan May Day Fiesta,” ujar Said dalam siaran persnya, diberitakan Kompas.com (29/4/2024).

Tak hanya di Jakarta, Said menyebutkan aksi damai ini juga digelar di kota-kota lain, seperti Serang, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Batam, Medan, Banda Aceh, Palembang, Padang, Bengkuku, dan Pekanbaru.

Kemudian Jambi, Lampung, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Pontianak, Makassar, Konawe, Morowali, Gorontalo, Ambon, Ternate, Jayapura, Mimika, Lani Jaya, dan Tolikara.

Baca juga: 20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024


Isi tuntutan Hari Buruh 2024

Said menyebut ada dua tuntutan utama yang mereka usung dalam aksi demo Hari Buruh 2024.

Isi tuntutan itu yakni "Cabut Omnivus Law UU Cipta Kerja" dan "HOSTUM atau Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah".

1. Cabut Omnivus Law UU Cipta Kerja

Said menuturkan terdapat sembilan alasan para buruh menolak aturan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yang disahkan pada pada 21 Maret 2023.

Pertama, para buruh menolak UU Cipta Kerja karena aturan itu memberlakukan pembayaran upah minimum yang kembali pada konsep upah murah.

Kedua, mereka menolak UU Cipta Kerja yang memberlakukan outsourcing seumur hidup karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Pembatasannya baru diatur dalam Peraturan Pemerintah.

"Itu artinya, negara memposisikan diri sebagai agen outsourcing," tegas Said, dikutip dari Kontan (29/4/2024).

Ketiga, para buruh menyoroti pengadaan kontrak yang berulang-ulang dapat mencapai 100 kali kontrak. Said menuturkan ini dapat disebut kontrak seumur hidup karena buruh dikontrak berulang kali meskipun ada pembatasan lima tahun dalam setiap kontraknya.

Keempat, pemberian pesangon yang murah. Dia menilai, aturan ketenagakerjaan yang sebelumnya berlaku membuat buruh bisa mendapatkan dua kali pesangon saat mengalami pemutusan hubungan kerja. Namun, UU Cipta Kerja hanya mengatur pemberian 0,5 kali pesangon.

Kelima, aturan tersebut juga dinilai mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK). Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menolak sistem "easy hiring easy firing" yang diberlakukan. Pasalnya, ini membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja.

Keenam, para buruh menuntut pemberlakuan pengaturan jam kerja yang fleksibel.

Ketujuh, mereka meminta ada pengaturan cuti. Pengaturan ini dinilai perlu karena para butuh tidak mendapat kepastian upah khususnya buruh perempuan yang akan mengambil cuti haid atau cuti melahirkan.

Kedelapan, mereka menyoroti perekrutan tenaga kerja asing. UU Cipta Kerja mengatur tenaga kerja asing boleh bekerja dulu di saat administrasinya masih diurus.

Kesembilan, para buruh ingin mengembailkan beberapa sanksi pidana yang sebelumnyadiatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 namun dihapuskan dalam UU Cipta Kerja.

Baca juga: Mengapa 1 Mei Diperingati sebagai Hari Buruh Internasional? Berikut Latar Belakangnya

2. HOSTUM: Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah

Ribuan massa partai buruh lakukan longmarch berkeliling ke Bundaran HI lalu ke Patung Kuda, Rabu (1/5/2024). KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY Ribuan massa partai buruh lakukan longmarch berkeliling ke Bundaran HI lalu ke Patung Kuda, Rabu (1/5/2024).
Said melanjutkan, para buruh juga menuntut praktik outsourcing yang diberlakukan dalam UU Cipta Kerja dihapuskan. Pasalnya, ini membuat perusahaan melakukan PHK terhadap pegawai tetap untuk digantikan karyawan outsourcing dengan upah murah.

"Penggunaan outsourcing dan kontrak sudah masif di seluruh Indonesia," ungkapnya.

Selain pemberlakuan outsourcing, UU Cipta Kerja menyebabkan kebijakan upah di Indonesia menjadi kebijakan upah murah.

"Hampir 4 tahun yang lalu kenaikan upah selalu di bawah inflasi. Bahkan di beberapa kota industri kenaikan upahnya nol persen," kata Said.

Dia mencontohkan, upah di Kabupaten Tangerang naik 1,64 persen di 2024, Kabupaten Bekasi 1,59 persen, dan Kabupaten Karawang 1,57 persen persen. Padahal, kenaikan tersebut di bawah nilai inflasi 2024 sebesar 2,8 persen dan angka pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.

"Kebijakan upah murah ini mengakibatkan upah riil dan daya beli buruh turun sebesar 30-40 persen. Dengan kata lain, dalam 5 tahun terakhir, upah riil buruh turun dan tidak ada kenaikan upah. Padahal pertumbuhan ekonomi rata-rata naik 5 persen," imbuh Said.

"Berarti buruh tidak menikmati peningkatan daya beli dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati orang kaya. Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI dalam May Day 2024 menyuarakan HOSTUM: Hapus OutSourcing Tolak Ulah Murah," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Tren
Mengenal Robot Gaban 'Segede Gaban', Sebesar Apa Bentuknya?

Mengenal Robot Gaban "Segede Gaban", Sebesar Apa Bentuknya?

Tren
Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Tren
Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Tren
Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Tren
Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Tren
Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Tren
Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Tren
Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Tren
Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Tren
Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

BrandzView
Pelari Makassar Meninggal Diduga 'Cardiac Arrest', Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Pelari Makassar Meninggal Diduga "Cardiac Arrest", Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Tren
Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Tren
Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Tren
Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com