Faktor lain adalah Madden-Julian Oscillation (MJO) pada Senin (11/3/2024) yang terpantau pada kuadran 4 (Maritime continent).
MJO, kata Guswanto, berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
"Gangguan fenomena MJO secara spasial terpantau aktif di hampir seluruh wilayah Indonesia kecuali Kalimantan Utara bagian utara, Papua dan Papua Tengah yang berpotensi menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut," jelasnya.
Baca juga: Hari Tanpa Bayangan 21 Februari 2024, Akankah Suhu Semakin Panas?
Guswanto menerangkan, kombinasi antara MJO, gelombang Kelvin dan gelombang Rossby Ekuator terjadi pada wilayah dan periode yang sama.
Kombinasi ketiganya diprediksi terjadi di Samudera Hindia barat Bengkulu hingga selatan NTB, Jawa-Bali, NTB, NTT, Laut Jawa, Laut Banda, Sulawesi Selatan dan Tenggara bagian Selatan, Maluku Utara, Papua Selatan dan Laut Arafura.
Hal ini dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.
Guswanto menyampaikan, kemunculan bibit siklon tropis 91S juga berkontribusi pada turunnya hujan di wilayah Indonesia sepanjang Maret 2024.
Bibit siklon tropis 91S berada di Samudera Hindia bagian tenggara selatan NTB.
Selain itu, bibit siklon tersebut juga membentuk daerah konvergensi atau perlambatan angin dan menginduksi daerah peningkatan kecepatan angin 25 knot lebih (low level jet) di Samudera Hindia selatan Jawa hingga NTB.
Baca juga: Warganet Sebut Hujan Sering Terjadi pada Malam Hari, BMKG Beri Penjelasan
BMKG juga mendeteksi kemunculan bibit siklon tropis 94S di Teluk Carpentaria yang membentuk daerah konvergensi memanjang di Australia bagian utara dan menginduksi daerah peningkatan kecepatan angin 25 knot lebih.
Hal tersebut terjadi dari Laut Banda dan Laut Timor hingga Australia bagian utara Samudera Hindia selatan NTT hingga Australia bagian utara.
Daerah konvergensi lainnya juga terpantau memanjang dari Samudera Hindia barat Bengkulu hingga Banten, dari Banten hingga Jawa Timur, dari Laut Jawa hingga NTT, Samudera Hindia selatan NTB hingga NTT, dan Maluku bagian tenggara hingga Laut Arafura.
Wilayah lainnya yang muncul daerah konvergensi adalah Brunei Darussalam hingga Kalimantan Tengah, utara Kalimantan Utara hingga Kalimantan Timur, dari Sulawesi Tengah hingga Sulawesi Tenggara, termasuk Laut Arafura hingga Teluk Carpentaria.
Guswanto menyampaikan, terjadi pula daerah konfluensi atau pertemuan angin yang memanjang dari Samudera Hindia barat Sumatera Barat hingga selatan Laut Arafura
"Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar Bibit Siklon Tropis dan di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi/low level jet tersebut," pungkas Guswanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.