Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fenomena Hujan Berlian di Planet Uranus dan Neptunus, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 08/03/2024, 21:30 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Uranus dan Neptunus adalah dua planet terjauh dari Matahari sebagai pusat tata surya.

Kedua planet tersebut adalah memiliki warna biru yang serupa untuk penampilannya, dan sering kali dijuluki sebagai raksasa es.

Jauh di bawah puncak awan hijau atau biru Uranus dan Neptunus, terdapat banyak air, amonia, dan metana.

Disamping penampilannya yang eksotis, planet Uranus dan Neptunus juga memiliki salah satu fakta unik yang dikenal sebagai fenomena diamond rain atau hujan berlian.

Baca juga: Memiliki 146 Bulan, Berikut 7 Fakta Menarik tentang Planet Saturnus


Lantas, apa itu hujan berlian yang terjadi di planet Uranus dan Neptunus?

Mengenal planet Uranus dan Neptunus

Dikutip dari laman NASA, Uranus adalah planet yang sangat dingin dan berangin. Raksasa es ini dikelilingi oleh 13 cincin samar dan 28 bulan kecil.

Satu hari di Uranus membutuhkan waktu sekitar 17 jam waktu bumi. Ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan Uranus untuk berputar satu kali pada porosnya.

Kemudian Uranus menyelesaikan orbitnya mengelilingi Matahari (satu tahun waktu Uranus) dalam waktu sekitar 84 tahun waktu Bumi.

Baca juga: Mengenal Planet Terpanas di Tata Surya, Punya Suhu Rata-rata 464 Derajat Celsius

Sedangkan Neptunus adalah planet yang tidak memiliki permukaan padat. Atmosfernya sebagian besar terdiri dari hidrogen, helium, dan metana.

Kurang lebih 80 persen atau lebih massa Neptunus terdiri dari cairan padat panas yang terdiri dari material "es" – air, metana, dan amonia – di atas inti kecil berbatu.

Satu hari di Neptunus atau waktu yang dibutuhkan untuk berotasi memakan waktu sekitar 16 jam di Bumi.

Namun, Planet Neptunus melakukan orbit penuh mengelilingi Matahari (satu tahun waktu Neptunus) dalam waktu sekitar 165 tahun Bumi.

Baca juga: Mengapa Mars Dijuluki sebagai Planet Merah? Ini Alasannya

Penyebab hujan berlian di Uranus dan Neptunus

Ilustrasi tata surya.iStockPhoto/adventtr Ilustrasi tata surya.

Dilansir dari laman Space.com, gagasan tentang hujan berlian pertama kali diusulkan sebelum misi Voyager 2 diluncurkan pada 1977.

Alasannya cukup sederhana, bahan Uranus dan Neptunus terbuat dari air, amonia, dan metana.

Dan benda-benda tersebut dapat menjadi semakin panas dan padat jika semakin jauh masuk ke dalam planet.

Baca juga: Alasan Pluto Dikeluarkan dari Daftar Planet Tata Surya, Mengapa?

Pemodelan matematis membantu memberikan rincian bahwa wilayah terdalam dari mantel planet-planet ini kemungkinan memiliki suhu sekitar 6.727 derajat Celcius dan tekanan 6 juta kali lipat dari atmosfer bumi.

Model yang sama memberi tahu peneliti bahwa lapisan terluar mantel planet agak lebih dingin, yakni 1.727 Celsius dan tekanannya tidak terlalu kuat (200.000 kali tekanan atmosfer bumi).

Pada suhu dan tekanan seperti itu, khususnya pada metana, tekanan yang kuat dapat memecah molekul dan melepaskan karbon.

Baca juga: Mengapa Planet-planet di Tata Surya Berbentuk Bulat? Berikut Penjelasannya

Karbon kemudian menemukan karbon lain dan membentuk rantai panjang. Rantai panjang tersebut kemudian saling berdempetan membentuk pola kristal seperti berlian.

Formasi berlian yang padat kemudian turun melalui lapisan mantel hingga menjadi terlalu panas, di mana mereka menguap dan mengapung kembali dan mengulangi siklus tersebut.

Fenomena pengulangan tersebut yang kemudian disebut sebagai hujan berlian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com