Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Capit Kepiting Terbesar yang Hidup 9 Juta Tahun Lalu Ditemukan di Selandia Baru

Kompas.com - 02/03/2024, 08:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Pada spesies terbesarnya, capit tersebut bisa memiliki panjang yang mencapai setengah meter (50 cm).

Pseudocarcinus gigas merupakan jenis kepiting air dingin yang berwarna merah tua dengan bintik-bintik krem, dan beratnya bisa mencapai 12 kilogram (kg).

Meskipun ada satu contoh kepiting raksasa selatan yang hidup dan tertangkap di Pulau Selatan Selandia Baru, namun kepiting ini tidak pernah diketahui hidup di Selandia Baru.

Bahkan, hingga saat ini para ilmuwan hampir tidak mengetahui asal-usul evolusinya.

"Apa yang sangat keren dari fosil ini, selain merupakan fosil yang indah, adalah fosil ini berasal dari Selandia Baru, di mana saat ini tidak ada populasi kepiting raksasa," kata seorang ahli evolusi krustasea di University of Cambridge di Inggris, Javier Luque yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Raksasa atau tidak, kepiting adalah contoh spektakuler dari kompleksitas evolusi," imbuhnya.

Ia mengatakan, kepiting tersebut memiliki keragaman bentuk dan fungsi yang menakjubkan.

Tak hanya itu, penemuan tersebut juga memberi tahu para peneliti lebih banyak tentang ekosistem laut dalam purba.

Pasalnya, catatan fosil laut mengandung banyak informasi tentang laut dangkal, di mana sedimentasi lebih banyak terjadi dibandingkan di laut dalam.

Dengan demikian, akan lebih memungkinkan untuk mengubur hewan mati sebelum membusuk.

Akan tetapi, kata Luque, kepiting raksasa tersebut hidup beberapa ratus meter di bawah permukaan.

Di mana kepiting itu mungkin menjadi mangsa paus, lumba-lumba, dan anjing laut purba (yang fosilnya juga telah ditemukan oleh Raubenheimer dan yang lainnya). Di satu sisi, kepiting sendiri juga seekor predator.

"Ketika Anda besar, Anda membutuhkan banyak energi, dan Anda membutuhkan banyak makanan. Bagaimana kepiting besar di perairan dalam mengumpulkan makanan mereka? Kurang lebih hanya ada satu pilihan," kata van Bakel.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bagian Selandia Baru ini sangat aktif secara vulkanik.

Gunung berapi di bawah permukaan mengeluarkan gas dari ventilasi dasar laut, menyuburkan perairan di sekitarnya dan menarik kerang, siput laut, dan krustasea, tempat berburu yang sempurna untuk kepiting raksasa dengan capit yang kuat.

Lebih dari 10 tahun setelah penemuan pertama Raubenheimer, van Bakel dan koleganya menamai kepiting purba raksasa itu Pseudocarcinus karlraubenheimeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com