Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Tahun 2024 Menjadi Tahun Kabisat?

Kompas.com - 26/02/2024, 06:30 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Mengapa perlu ada tahun kabisat?

Tahun kabisat perlu ada untuk menjaga kalender Gregorian tetap sinkron dengan musim.

Tahun kabisat dibutuhkan karena satu tahun dalam kalender Gregorian sedikit lebih pendek daripada tahun matahari atau tahun tropis, yaitu jumlah waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengorbit matahari sepenuhnya satu kali.

Satu tahun kalender panjangnya tepat 365 hari. Namun, satu tahun matahari kira-kira panjangnya 365,24 hari, atau 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 56 detik.

Artinya, terdapat sisa waktu pengorbitan matahari sekitar seperempat hari atau 6 jam. Jika dibiarkan, perbedaan ini akan menggeser waktu terjadinya musim.

National Air and Space Museum mencontohkan, jika kita berhenti menggunakan tahun kabisat, maka dalam waktu sekitar 700 tahun mendatang musim panas di belahan bumi utara akan dimulai pada bulan Desember, bukan Juni.

Menambahkan hari kabisat setiap tahun keempat akan menghilangkan sebagian besar masalah ini karena panjang satu hari tambahan hampir sama dengan selisih yang terakumulasi selama waktu tersebut.

Baca juga: Facebook dan Google Cemaskan Detik Kabisat yang Bisa Picu Kekacauan Internet

Sejarah tahun kabisat

Gagasan tahun kabisat dimulai pada 45 sebelum Masehi, tepat ketika kaisar Romawi Kuno Julius Caesar menetapkan kalender Julian yang terdiri dari 365 hari yang dipisahkan menjadi 12 bulan yang masih kita gunakan dalam kalender Gregorian saat ini.

Kalender Julian mencakup tahun kabisat setiap empat tahun tanpa pengecualian dan disinkronkan dengan musim di Bumi berkat pada tahun 46 SM.

Tahun kabisat itu menurut University of Houston terdiri dari 15 bulan dengan total 445 hari.

Selama berabad-abad, kalender Julian bekerja dengan sempurna.

Namun pada pertengahan abad ke-16, para astronom memperhatikan bahwa musim dimulai sekitar 10 hari lebih awal dari perkiraan ketika hari libur penting, seperti Paskah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582, yang sama dengan kalender Julian tetapi dengan pengecualian tahun kabisat untuk sebagian besar tahun keseratus.

Selama berabad-abad pula, kalender Gregorian hanya digunakan oleh negara-negara Katolik, seperti Italia dan Spanyol.

Akan tetapi, kalender Gregorian akhirnya diadopsi oleh negara-negara Protestan, seperti Inggris Raya pada tahun 1752.

Karena perbedaan kalender, negara-negara yang kemudian beralih ke kalender Gregorian harus melewatkan hari-hari agar dapat melakukan sinkronisasi dengan negara-negara lain di dunia.

Misalnya, ketika Inggris bertukar kalender pada tahun 1752, 2 September diikuti oleh 14 September, menurut Royal Museums Greenwich .

Di masa depan, kalender Gregorian mungkin harus dievaluasi ulang karena tidak sinkron dengan tahun matahari. Namun hal ini memerlukan waktu ribuan tahun untuk terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tren
Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Tren
Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Tren
Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com