Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

32 Tahun Sempat Dilarang Soeharto, Ini Sejarah Imlek di Indonesia

Kompas.com - 09/02/2024, 05:00 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perayaan Imlek atau Tahun Baru China akan kembali digelar tahun ini pada Sabtu, 10 Februari 2024.

Peringatan Imlek memiliki sejarah yang panjang di Indonesia.

Pasang surut perayaan tahun baru Imlek terjadi dari masa ke masa. Menilik sejarah, perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang selama 32 tahun pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto.

Presiden yang menggantikan Sukarno tak lama setelah Peristiwa G30S itu mengeluarkan 21 peraturan perundangan terkait warga keturunan Tionghoa, tidak lama setelah ia memperoleh Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Baca juga: Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur

Imlek di zaman pendudukan Jepang

Pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi.

Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Pada saat itulah, pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.

Zaman kemerdekaan

Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia Tomy Su, seperti dikutip dari Harian Kompas (8/2/2005) menyebutkan, di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.

Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan China dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa.

Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.

Orde Baru keluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967

Dikutip dari Harian Kompas, 8 Februari 2005, pada era Orde Baru, Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Berdasarkan Inpres tersebut, Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Isi dari Inpres tersebut di antaranya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Perayaan Imlek sembunyi-sembunyi

Saat itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi.

Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, peringatan tahun baru Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Imbas dari aturan tersebut, seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka.

Pertunjukan barongsai dan liang liong pun dilarang dimainkan di ruang-ruang publik.

Tak hanya itu, huruf-huruf atau lagu Mandarin juga tidak boleh diputar di radio.

Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto berkuasa, aktivitas perayaan sembunyi-sembunyi ini tetap berjalan.

Berdasarkan 21 peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah "Tionghoa" lalu berganti menjadi "China". Alasannya, kebijakan-kebijakan ini disebut sebagai upaya dalam proses asimilasi etnis.

Baca juga: Imlek 2024, Ini Asal Usul Munculnya Shio di China

Imlek kembali dapat dirayakan setelah Reformasi

Warga keturunan Tionghoa berdoa di Kelenteng Kim Tek Ie atau Vihara Dharma Bakti, Glodok, kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat, Sabtu (28/1/2017). GARRY ANDREW LOTULUNG/KOMPAS.com Warga keturunan Tionghoa berdoa di Kelenteng Kim Tek Ie atau Vihara Dharma Bakti, Glodok, kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat, Sabtu (28/1/2017).

Pembatasan perayaan Imlek dan tradisi keagamaan etnis Tionghoa mulai surut setelah tumbangnya Orde Baru atau pasca-Reformasi.

Presiden Habibie yang menggantikan Soeharto dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998. Isi dari aturan tersebut membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian, pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Gus Dur yang menggantikan Habibie mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat kembali diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa.

Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Nah, itulah sejarah Imlek atau peringatan tahun baru China di Indonesia yang sempat dilarang pada masa Orde Baru Presiden Soeharto. 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Imlek, Kemeriahan yang Dulu Terlarang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com