Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyataan Sikap Sivitas Akademika 9 Kampus Kritisi Demokrasi Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 03/02/2024, 18:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perwakilan sivitas akademika sedikitnya dari sembilan kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritisi demokrasi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak Rabu (31/1/2024) hingga Sabtu (3/2/24).

Sikap pernyataan ini dimulai dari sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (31/1/2024), kemudian disusul Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), dan diikuti beberapa kampus lainnya.

Berikut sikap pernyataan para sivitas akademika terkait pemerintahan Jokowi dan kondisi demokrasi di Indonesia jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024:

Baca juga: Simak, Cara Mencoblos yang Benar di Pemilu 2024 agar Suara Sah

Sikap sivitas akademika terhadap pemerintahan Jokowi

Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) saat menyampaikan pernyataan sikap Indonesia Darurat Kenegarawanan. Pernyataan sikap ini digelar di depan Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang Km 14, Kabupaten Sleman.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) saat menyampaikan pernyataan sikap Indonesia Darurat Kenegarawanan. Pernyataan sikap ini digelar di depan Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang Km 14, Kabupaten Sleman.
1. UGM

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/2/2024), sivitas akademika UGM menyampaikan Petisi Bulaksumur yang meminta agar Presiden Jokowi kembali ke koridor demokrasi.

Selain itu, mereka juga menyesalkan tindakan penyimpangan moral demokrasi, seperti pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi yang sedang berjalan pada masa pemerintahan Jokowi.

Tak hanya itu, mereka juga menyoroti pernyataan Jokowi mengenai keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, netralitas, dan keberpihakan presiden kepada salah satu calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Guru Besar Fakultas Psikologi Prof Koentjoro menyebutkan, seluruh penyimpangan itu tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Mereka menuntut Jokowi selaku alumnus UGM agar kembali ke koridor demokrasi dan mendesak DPR serta MPR untuk mengambil sikap terkait gejolak politik Indonesia saat ini.

Baca juga: UI, UGM, dan UII Ramai-ramai Soroti Jokowi dan Demokrasi di Indonesia

2. UII

Setelah UGM, Universitas Islam Indonesia (UII) juga menyatakan sikapnya mengkritisi pemerintahan Jokowi dalam Indonesia Darurat Kenegarawan, pada Kamis (1/2/2024).

Pernyataan sikap itu dibacakan Rektor UII Prof Fathul Wahid, serta dihadiri para guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni UII.

Fathul menyatakan situasi politik di Indonesia semakin menunjukkan tidak adanya rasa malu terhadap praktik penyalagunaan kewenangan dan kekuasaan.

Menurut dia, demokrasi Indonesia kini mengalami kemunduran karena kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. 

Fathul menyebutkan, indikator utamanya pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Tak hanya itu, pengusungan Gibran melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 sarat dengan intervensi politik yang terbukti melanggar etika.

Situasi tersebut, menurut Fathul menunjukkan Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.

Baca juga: Viral, Unggahan Sebut Makanan Ospek Mahasiswa Baru UII Tidak Layak dan Sebabkan Diare, Kampus Buka Suara

3. UI

Sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) mengutarakan Deklarasi Kebangsaan, di Rotunda, Kampus Depok, Jumat (2/2/2024).

Deklarasi Kebangsaan itu dibacakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang isinya memuat tentang kritik mengenai situasi demokrasi Indonesia saat ini.

Mereka menilai, demokrasi di Indonesia saat ini sudah terganggu setelah adanya perebutan kekuasaan yang dinilai nihil etika jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Harkristuti yang membacakan isi deklarasi tersebut mengaku prihatin dengan tatanan demokrasi di Indonesia. 

Selain itu, pihaknya juga merasa geram dan resah atas sikap dan tindakan para pejabatan, elite publik, dan hukum yang sudah mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com