Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disorot Jokowi, Apa Penyebab Lulusan S2 dan S3 di Indonesia Rendah?

Kompas.com - 17/01/2024, 20:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku terkejut saat mengetahui jumlah warga Indonesia yang berpendidikan S2 dan S3 masih rendah.

Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/1/2024).

"Saya kaget juga kemarin dapat angka (rasio terhadap populasi produktif) ini, saya kaget Indonesia itu di angka 0,45 persen," katanya, diberitakan Kompas.com (15/1/2024).

Jokowi menyebutkan, rasio lulusan S2 dan S3 dengan jumlah penduduk usia produktif hanya 0,45 persen, jauh terpaut dari negara tetangga.

Di Vietnam dan Malaysia, misalnya, rasionya mencapai angka 2,43 persen, sedangkan di negara maju bahkan berada pada angka 9,8 persen.

Lantas, apa penyebab rendahnya angka lulusan S2 dan S3 di Indonesia?

Baca juga: Bagaimana Kondisi Pendidikan Indonesia Saat Ini?


Penyebab lulusan S2 dan S3 minim

Pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma membenarkan jumlah masyarakat Indonesia yang lulus jenjang pendidikan S2 dan S3 memang rendah.

Menurutnya, anak muda yang baru lulus S1 lebih tertarik langsung bekerja daripada melanjutkan S2.

"Tampaknya para lulusan sarjana kita ingin segera bekerja dan berkarir di industri," ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2024). 

Satria menjelaskan, hanya anak muda yang tidak langsung dapat pekerjaan, biasanya berpikir untuk melanjutkan kuliah daripada menganggur.

Baca juga: Adu Pendapat Tiga Bakal Capres soal Pendidikan di Indonesia, Apa Kata Mereka?

Sebab, lapangan kerja di Indonesia tidak banyak membutuhkan lulusan S2 dan S3.

"Jenjang pendidikan tinggi S2 dan S3 tersebut hanya menarik bagi mereka yang ingin menjadi dosen saja. Tapi kita juga tahu bahwa gaji dosen itu tidak besar," lanjut dia.

Dia menuturkan, tenaga S3 di Indonesia biasanya dikerahkan untuk fokus mengembangkan riset dan pengembangan suatu produk industri. 

Sayangnya, tidak banyak perusahaan membuka bagian riset dan pengembangan untuk tenaga kerja lulusan S3.

"Karena biasanya industri tersebut, research and development-nya ada di kantor pusatnya yang biasanya tidak ada di Indonesia," tambah dia.

Meski begitu, Satria meyakini lapangan pekerjaan akan muncul ketika ada sumber daya manusia lulusan S3 dan S2 yang mumpuni.

Baca juga: Ramai soal Pendidikan Dinilai Penipuan, Pengamat: Jangan Samakan dengan Nasib Bill Gates

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com