Terpisah, pengamat politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Halili Hasan mengungkapkan, ada makna lain di balik keluarnya para kader PDI-P terhadap kondisi politik Indonesia.
Menurutnya, fenomena pindah-pindah parpol menunjukkan ideologi partai di Indonesia yang tidak jelas, bahkan tidak ada.
"Di Indonesia, enggak jelas jelas beda ideologi satu partai dengan partai lain. Misal di AS, ideologi liberalisme Partai Demokrat dan konervatisme Partai Republik keliatan sekali," jelsnya kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2024).
Halili menyebutkan, parpol Indonesia mungkin punya ideologi sebagai partai nasionalis dan partai agamis.
Baca juga: Kata Ganjar dan PDI-P jika Isu Wadas Dibahas dalam Debat Keempat Pilpres 2024
Namun, perbedaan ideologi itu tampak tidak jelas. Sebab, mereka beberapa kali bisa berkoalisi ataupun berseberangan ketika pemilu.
Hal ini menunjukkan bahwa koalisi partai politik tidak mempertimbangkan ideologi, melainkan perhitungan kepentingan dan pembagian kekuasaan ketika menang pemilu.
"Yang menonjol itu feodalisme (kekuasaan besar bagi golongan atas) dan bidaya favoritisme politik, yang disukai diistimewakan, yang tidak disukai disingkirkan," terang Direktur Setara Institute ini.
Tak hanya itu, Halili menilai hengkangnya para kader menunjukkan kondisi internal parpol yang tidak membiarkan berjalannya demokrasi dengan baik.
Parpol, katanya, sangat bergantung kepada tokoh politik yang kuat untuk mendapatkan dukungan. Sementara warga hanya mengikuti kehendak elite politik.
Baca juga: 5 Poin Pidato Megawati di Ultah PDI-P, Sebut 51 Tahun Besar Bukan karena Presiden
Lebih lanjut, Halili mengungkapkan dampak yang akan terjadi jika kondisi partai tersebut dibiarkan begitu saja.
"Kalau tidak ada transformasi politik kepartaian kita, jelas ini akan membuat demokrasi kita tak kunjung terkonsolidasi," kata dia.
Akibatnya, sistem politik Indonesia mudah kembali ke masa otoritarianisme, yakni pemerintahan dipimipin dan terkonsentrasi hanya pada satu pemimpin.
Sayangnya, Halili menilai belum adanya kesadaran dari partai politik untuk memperbaiki kondisi ini.
"Bahkan konstelasi politik Pilpres 2024 menegaskan demokratisasi di internal partai buruk. (Ini) meningkatkan ancaman demokrasi kita," ungkap dia.
"Kondisi buruk itu terjadi karena buruknya pengecekan terhadap kekuasaan parpol, sementara rakyat kurang memiliki kontrol atas kekuasaan politik," tutupnya.
Baca juga: Di Balik Kabar Absennya Jokowi dalam HUT PDI-P karena Tugas Negara...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.