Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Hengkangnya Sejumlah Kader PDI-P Jelang Pemilu 2024...

Kompas.com - 17/01/2024, 16:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) keluar dari  partai menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Maruarar Sirait menjadi nama terbaru yang memutuskan keluar dari partai berlambang banteng itu.

Alasannya, dia ingin mengikuti Presiden Joko Widodo yang dinilainya sebagai pemimpin yang baik, karena sangat disayangi rakyat.

Sementara itu, PDI-P sebelumnya juga telah memecat Budiman Sudjatmiko, Wali Kota Medan Bobby Nasution, serta Gubernur Maluku Murad Ismail dari posisi kader karena mendukung lawan politiknya.

Lalu, apa arti di balik hengkangnya para kader PDI-P ini?

Baca juga: Deretan Kader PDI-P yang Keluar Jelang Pilpres 2024, Terbaru Maruarar Sirait


Ingin cari peluang lain

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, hengkangnya sejumlah kader PDI-P menunjukkan keinginan mereka untuk mencari peluang politik lainnya.

"Kader ingin mencari peruntungan atau pengalaman baru dengan (mengikuti) Pak Jokowi," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2024).

Menurutnya, kader-kader PDI-P yang hengkang, seperti Maruarar Sirait dan Budiman Sudjatmiko tidak memiliki posisi strategis di partai.

Ini terjadi lantaran mereka gagal mendapatkan kursi di DPR pada pemilihan umum (Pemilu) sebelumnya.

"Gagal menembus Senayan akhirnya juga gagal menembus DPP kepengurusan (PDI-P), meski masih mendapat tugas dari partai," tambah dia.

Baca juga: Alasan Maruarar Sirait Keluar dari PDI-P, Singgung Nama Jokowi

Meski begitu, Hendri menilai kepindahan Maruarar Sirait dan Budiman Sudjatmiko tidak terlalu memancing banyak kader PDI-P lain untuk keluar. Sebab, keduanya tidak memiliki kekuatan yang terlalu berpengaruh di dalam partai.

Namun, mereka mungkin saja mengajak orang-orang terdekat di PDI-P untuk ikut hengkang dan beralih mendukung pasangan calon (paslon) yang didukung Jokowi di Pilpres 2024.

"Pengaruh ke kader lainnya, mungkin ada, tapi menurut saya tidak akan berlangsung lama dan tidak signifikan," tambah Hendri.

Dia mengungkapkan, PDI-P dan kadernya akan tetap solid selama mengikuti ajaran-ajaran Soekarno. Ajaran tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

"Selama kader PDI-P mengikuti ajaran Soekarno, tetap solid partainya apa pun guncangan yang terjadi," tegas Hendri.

Baca juga: Resmi Keluar PDI-P karena Ikuti Jokowi, Berikut Profil Maruarar Sirait

Bukti ideologi parpol tidak jelas

Maruarar Sirait bersama Presiden Joko Widodo.Instragam @maruararsirait Maruarar Sirait bersama Presiden Joko Widodo.
Terpisah, pengamat politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Halili Hasan mengungkapkan, ada makna lain di balik keluarnya para kader PDI-P terhadap kondisi politik Indonesia.

Menurutnya, fenomena pindah-pindah parpol menunjukkan ideologi partai di Indonesia yang tidak jelas, bahkan tidak ada.

"Di Indonesia, enggak jelas jelas beda ideologi satu partai dengan partai lain. Misal di AS, ideologi liberalisme Partai Demokrat dan konervatisme Partai Republik keliatan sekali," jelsnya kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2024).

Halili menyebutkan, parpol Indonesia mungkin punya ideologi sebagai partai nasionalis dan partai agamis.

 

Baca juga: Kata Ganjar dan PDI-P jika Isu Wadas Dibahas dalam Debat Keempat Pilpres 2024

Namun, perbedaan ideologi itu tampak tidak jelas. Sebab, mereka beberapa kali bisa berkoalisi ataupun berseberangan ketika pemilu.

Hal ini menunjukkan bahwa koalisi partai politik tidak mempertimbangkan ideologi, melainkan perhitungan kepentingan dan pembagian kekuasaan ketika menang pemilu.

"Yang menonjol itu feodalisme (kekuasaan besar bagi golongan atas) dan bidaya favoritisme politik, yang disukai diistimewakan, yang tidak disukai disingkirkan," terang Direktur Setara Institute ini.

Tak hanya itu, Halili menilai hengkangnya para kader menunjukkan kondisi internal parpol  yang tidak membiarkan berjalannya demokrasi dengan baik.

Parpol, katanya, sangat bergantung kepada tokoh politik yang kuat untuk mendapatkan dukungan. Sementara warga hanya mengikuti kehendak elite politik.

Baca juga: 5 Poin Pidato Megawati di Ultah PDI-P, Sebut 51 Tahun Besar Bukan karena Presiden

Efeknya bagi politik Indonesia

Lebih lanjut, Halili mengungkapkan dampak yang akan terjadi jika kondisi partai tersebut dibiarkan begitu saja.

"Kalau tidak ada transformasi politik kepartaian kita, jelas ini akan membuat demokrasi kita tak kunjung terkonsolidasi," kata dia.

Akibatnya, sistem politik Indonesia mudah kembali ke masa otoritarianisme, yakni pemerintahan dipimipin dan terkonsentrasi hanya pada satu pemimpin.

Sayangnya, Halili menilai belum adanya kesadaran dari partai politik untuk memperbaiki kondisi ini.

"Bahkan konstelasi politik Pilpres 2024 menegaskan demokratisasi di internal partai buruk. (Ini) meningkatkan ancaman demokrasi kita," ungkap dia.

"Kondisi buruk itu terjadi karena buruknya pengecekan terhadap kekuasaan parpol, sementara rakyat kurang memiliki kontrol atas kekuasaan politik," tutupnya.

Baca juga: Di Balik Kabar Absennya Jokowi dalam HUT PDI-P karena Tugas Negara...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com