Meski tidak terlalu bersih, orang-orang Romawi pada zaman itu sangat menghargai warna putih mutiara.
Namun, di saat bersamaan, penghinaan paling umum adalah saat melihat seseorang dengan gigi berkilau, yang menandakan mereka "sering kencing".
Kebiasaan menggunakan urine sebagai pembersih gigi juga diceritakan oleh sejarawan Yunani Diodoros Sikeliotes (100-1 SM) dan ahli geografi Yunani Strabo (63 SM-24 M).
Bahkan, bukan hanya obat kumur, campuran urine dan susu kambing pun digunakan untuk ramuan mandi.
Baca juga: Temuan Situs Kuno, Wanita Spanyol Selamat Usai Jalani Dua Kali Bedah Kepala 4.500 Tahun Lalu
Bahan lain dalam ramuan gigi Romawi Kuno adalah otak tikus, yang diyakini dapat meningkatkan efektivitas pasta gigi.
Penulis dan filsuf Pliny the Elder (23-79 M) sempat merekomendasikan campuran arang, kepala kelinci, gigi keledai, yang dicampur ekstrak otak tikus sebagai pasta gigi.
Tak langsung digosokkan pada gigi, otak tikus dihancurkan atau dibakar dulu hingga menjadi bubuk.
Layaknya bubuk arang pada umumnya, otak tikus dianggap memiliki kemampuan untuk mengurangi noda dan menjaga kesehatan mulut.
Bukan hanya otak tikus, bahan ini juga dapat diganti dengan tulang hewan maupun cangkang tiram yang dibakar hingga hancur dan menyisakan bubuk berwarna hitam.
Bahan pasta gigi umum lain pada zaman ini, termasuk bubuk arang kuku sapi dan kulit telur yang dibakar serta dicampur dengan batu apung.
Dikutip dari laman Ancient Origins, pembuatan pasta gigi pada zaman Romawi Kuno memerlukan proses yang cermat.
Campuran bahan-bahan yang beragam, mulai dari tumbuhan hingga otak tikus dan urine manusia perlu digiling untuk mendapatkan tekstur yang halus dan rata.
Bubuk ini kemudian dicampur dengan bahan pengerat seperti madu hingga teksturnya menjadi pasta.
Pasta gigi tersebut tidak hanya digunakan untuk membersihkan, tetapi juga untuk menyegarkan napas, salah satu aspek penting dari kebersihan masyarakat Romawi.