Dikutip dari Science Alert, hipotermia ekstrem belum tentu merupakan akhir dari sebuah kehidupan, telah menjadi dasar terapi tersendiri.
Dalam kondisi terkendali, menurunkan suhu tubuh dapat mendinginkan metabolisme dan mengurangi rasa lapar tubuh akan oksigen yang tak terpuaskan.
Diketahui, tubuh yang kedinginan dapat mengerem seluruh proses kematian cukup lama untuk mengatasi denyut nadi yang rendah, setidaknya untuk sementara.
Hal yang menonjol dari kisah Hilliard adalah kondisi hipotermianya yang ekstrem.
Tidak seperti banyak bahan lainnya, air membutuhkan volume yang lebih besar dalam bentuk padat dibandingkan dalam bentuk cair.
Perluasan ini merupakan kabar buruk bagi jaringan tubuh yang terkena suhu dingin, karena kandungan cairannya berisiko membengkak hingga wadahnya pecah.
Bahkan, beberapa kristal es liar yang mekar di tempat yang salah dapat menembus membran sel dengan pecahannya yang seperti jarum.
Karenanya, hingga kini, masih belum diketahui secara pasti bagaimana Hilliard bisa bertahan dalam kondisi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.