KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah hingga mendekati Rp 16.000.
Dikutip dari laman Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada Selasa (24/10/2023) pagi mencapai Rp 15.863 (kurs beli) dan Rp 16.023 (kurs jual).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pelemahan rupiah ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga tembus Rp 16.100-Rp 16.500 per dollar AS jika tidak ada langkah mitigasi.
Menurutnya, selisih imbal hasil antara surat utang AS dan SBN tenor 10 tahun hanya 3,1 persen, meski BI sudah menaikkan suku bunga.
"Kecil sekali selisihnya dengan aset aman (risk free asset), akibatkan investor keluar dari pasar keuangan," kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2023).
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Menkeu Laporkan ke Jokowi
Ia menjelaskan, pelemahan rupiah ini juga akibat dari tekanan eksternal yang cukup kuat, yakni geopolitik Ukraina hingga Timur Tengah.
Kondisi ini diperburuk dengan proyeksi pelambatan ekonomi China yang diprediksi hanya tumbuh 4,7 persen-4,8 persen.
"Padahal China adalah mitra dagang dan asal wisatawan mancanegara yang cukup penting bagi Indonesia," jelas dia.
Bhima menuturkan, politik dalam negeri terkait isu dinasti politik juga membuat ketidakpastian semakin tinggi.
Menurutnya, penunjukan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto ini menimbulkan friksi di kalangan masyarakat.
"Pelaku pasar membaca sentimen Gibran sebagai sentimen yang negatif. Jadi, ada sentimen yang menimbulkan sikap investor untuk risk off atau menjauhi portfolio di pasar domestik," ujarnya.
Hal ini berakibat pada keluarnya modal asing dari bursa saham secara terus-menerus.
Baca juga: Rupiah Melemah, Harga Barang Elektronik Alami Kenaikan
Akibat pelemahan rupiah terhadap dollar AS ini, Bhima menyebut harga-harga barang impor akan semakin naik, terutama pangan dan bahan bakar minyak (BBM).
"Beras kita kan sudah naik tajam, bisa makin mahal karena impornya tinggi. Kemudian BBM juga biaya impornya naik dan BBM nonsubsidi bisa terus naik," kata dia.
"Imported inflation akan kita lihat dalam jangka pendek, daya beli masyarakat bakal melemah di akhir tahun," lanjutnya.
Untuk itu, Bhima berharap agar pemerintah segera menciptakan stabilitas politik dengan mencegah segala praktik kolusi dan nepotisme.
Pemerintah juga perlu mengendalikan impor pangan dan meningkatkan jumlah devisa hasil ekspor (DHE) yang masuk ke perbankan domestik.
Mempercepat serapan 40 persen pengadaan barang pemerintah dari produk lokal dan mendorong industri mencari bahan baku alternatif dari sumber lokal juga bisa menjadi upaya mencegah pelemahan rupiah semakin dalam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.