Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Mendeteksi Sinyal Luar Angkasa Misterius dari Jarak 8 Miliar Tahun Cahaya, Berasal dari Mana?

Kompas.com - 21/10/2023, 13:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para astronom telah mendeteksi sinyal misterius yang berasal dari jarak yang sangat jauh di alam semesta.

Sinyal tersebut bahkan memerlukan waktu 8 miliar tahun untuk mencapai Bumi.

Sinyal yang tidak biasa ini, dijelaskan oleh para astronom dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Science, Kamis (19/10/2023).

Selain itu, sinyal ini juga mewakili jenis fenomena kosmik yang dikenal sebagai “ledakan radio cepat” atau fast radio burst (FRB).

Baca juga: Warga Baduy Minta Sinyal Internet Dimatikan, Ini Kata Kemenkominfo


Apa itu FRB?

Dilansir dari News Week, Kamis (19/10/2023), FRB adalah gelombang radio yang intens namun sangat singkat.

Gelombang tersebut memiliki jenis radiasi yang sama yang dipancarkan oleh ponsel atau gelombang mikro yang berasal dari sumber yang jauh di alam semesta.

Meskipun para astronom memiliki teleskop radio dan sistem superkomputer paling sensitif di dunia, mencari FRB seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

“Mereka hanya bertahan sepersekian detik,” kata penulis studi terbaru di Swinburne University of Technology di Australia, Ryan Shannon.

“Sebagian besar FRB tidak akan terlihat secara berulang, artinya jika kita ingin memahami apa itu atau dari mana asalnya, kita harus cepat merespons, dan mengumpulkan sebanyak mungkin detail tentang mereka dalam seperseribu detik ketika mereka melewati Bumi," lanjutnya.

FRB yang diberi label FRB 20220610A ini sangat penting karena merupakan penemuan paling jauh dan tertua hingga saat ini.

Gelombang tersebut terjadi sekitar 8 miliar tahun yang lalu dan juga memiliki energi yang sangat tinggi.

Baca juga: Kisah 3 Astronot Rusia dan Amerika Setahun Terjebak di Luar Angkasa

Hanya ada 50 FRB yang terdeteksi

Hingga saat ini, hanya sekitar 50 FRB yang terdeteksi, mengingat jumlah sampel yang relatif sedikit dan kesulitan dalam mempelajarinya.

Selain itu, sumber emisi energi tinggi ini masih menjadi misteri.

“Kita sekarang mengetahui bahwa FRB berasal dari galaksi yang jauh. Hal ini sangat mengejutkan mengingat intensitas emisinya," kata Shannon.

"FRB satu-satunya jenis sumber yang diketahui memancarkan emisi serupa pulsar di galaksi Bima Sakti kita yang ternyata memiliki energi triliunan kali lebih rendah," lanjutnya.

Sehingga, hal ini telah menciptakan sebuah teka-teki besar bagi para astronom tentang bagaimana mungkin emisi yang dipancarkan bisa begitu kuat.

"FRB dicetak dengan tanda dari semua gas yang dilaluinya. Hal ini membuat mereka luar biasa berguna untuk menyelidiki gas lemah yang berada di antara galaksi," sambungnya.

Meskipun ruang antargalaksi ini hampir kosong, namun sebagian besar materi penyusun bintang dan alam semesta terdapat di wilayah ini.

Baca juga: Teleskop James Webb Temukan Obyek Aneh Berbentuk Tanda Tanya di Luar Angkasa, Apa Itu?

Beberapa bukti menyebutkan FRB dihasilkan oleh magnetar

Ada beberapa bukti bahwa FRB dihasilkan oleh magnetar, yaitu bintang neutron muda yang mengalami hipermagnetisasi.

Bintang neutron adalah bintang padat yang memiliki massa kurang lebih sama dengan massa Matahari, tapi hanya seukuran kota kecil dengan medan magnet yang sangat kuat.

"Bintang-bintang ini merupakan obyek yang paling ekstrem di alam semesta, jadi wajar jika mereka terlibat dalam menghasilkan semburan radio yang ekstrem. Memang, semburan mirip FRB diamati dari magnetar di galaksi kita pada tahun 2020," kata Shannon.

“Namun, beberapa sinyal FRB yang ditemukan berasal dari tempat yang dianggap tidak memiliki magnet, sehingga ada kemungkinan lebih dari satu jenis obyek dapat menghasilkan FRB. Itu akan sangat menarik,” lanjutnya.

Dalam studi terbarunya, tim peneliti menggambarkan FRB yang terdeteksi pada 10 Juni 2022 oleh Australian SKA Pathfinder (ASKAP) sebagai sebuah teleskop radio yang terletak di sebelah barat negara tersebut.

Para peneliti kemudian menentukan jarak dan waktu yang ditempuh FRB antara tempat asal dan tempat terdeteksinya.

Kemudian mereka menemukan, ledakan itu berasal dari galaksi induk yang sangat jauh dan telah menempuh perjalanan 8 miliar tahun sebelum sampai di ASKAP.

"Lokasi teleskop ini sangat ideal untuk mencari FRB karena letaknya yang sangat terpencil, yang berarti lebih sedikit sinyal buatan manusia yang bisa mengganggu pencarian FRB," kata Shannon.

"Dengan ASKAP, kami dapat menentukan lokasi semburan pada posisi yang dekat dengan rasi bintang Sculptor di belahan Bumi selatan, dengan tingkat presisi yang cukup untuk menentukan dari galaksi mana FRB itu berasal," sambungnya.

Penemuan terbaru ini telah memecahkan rekor FRB terjauh sekitar 50 persen, dan juga mengonfirmasi bila fenomena seperti itu juga terjadi di galaksi-galaksi yang sangat jauh.

Baca juga: India Berhasil Meluncurkan Pesawat Luar Angkasa Pertama Menuju Matahari, Akan Berhenti di Titik Lagrange

FRB 20220610A memancarkan lebih banyak energi

Selain itu, FRB 20220610A memancarkan lebih banyak energi dalam waktu beberapa milidetik dibandingkan Matahari dalam 30 tahun.

Meski begitu, masih belum jelas apakah inang dari FRB ini adalah galaksi tunggal atau sekelompok kecil galaksi.

Untuk menentukan sifat sebenarnya dari inang tersebut, dibutuhkan gambar dengan definisi yang lebih tinggi, yang dapat diperoleh dengan observatorium seperti Hubble dan Teleskop Luar Angkasa James Webb.

Namun, para peneliti mengatakan bahwa studi terbaru ini memiliki beberapa implikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Tren
BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

Tren
Mengulik Racunomologi

Mengulik Racunomologi

Tren
Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Tren
Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Menurunkan Kolesterol Jahat

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Menurunkan Kolesterol Jahat

Tren
Sejumlah Riset Sebut Hubungan Kekurangan Vitamin D dengan PCOS

Sejumlah Riset Sebut Hubungan Kekurangan Vitamin D dengan PCOS

Tren
5 Penyebab Anjing Menggonggong Berlebihan dan Cara Mengatasinya

5 Penyebab Anjing Menggonggong Berlebihan dan Cara Mengatasinya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com