Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Film Wajib Era Soeharto, Mengapa "Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI" Berhenti Ditayangkan?

Kompas.com - 30/09/2023, 18:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI atau kerap disebut film G30S/PKI pertama kali ditayangkan di layar tancap di DKI Jakarta pada 1984.

Kala itu, Harian Kompas pada 31 Desember 1984 memberitakan, film produksi Perum Perusahaan Film Negara (PPFN) ini tembus hingga 699.282 penonton.

Film kemudian kembali tayang di televisi, tepatnya TVRI, pada 30 September 1985.

Sejak saat itu, pemutaran tayangan seputar peristiwa Gerakan 30 September ini menjadi agenda rutin setiap tahun.

Gerakan 30 September atau G30S adalah peristiwa penculikan serta pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) di Jakarta dalam waktu satu malam.

Sesuai namanya, insiden berdarah tersebut berlangsung mulai 30 September malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari.

Namun, selama 13 tahun selalu diputar menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI akhirnya berhenti ditayangkan.

Lantas, mengapa film ini tak lagi tayang di televisi nasional?

Baca juga: Mengenal 7 Perwira yang Jadi Korban Peristiwa G30S/PKI


Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI

Diberitakan Kompas.com (30/9/2020), film yang menghabiskan anggaran hingga Rp 800 juta ini kerap disebut sebagai propaganda ala rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

Bahkan, film awalnya akan diberi judul Sejarah Orde Baru, sebelum akhirnya diubah menjadi Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.

Film yang dulu rutin diputar di TVRI itu menggambarkan rencana pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak 13 Januari 1965 di Desa Kanigoro, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Hingga akhirnya, pengkhianatan tersebut memuncak pada malam hari menjelang 1 Oktober 1965.

Selain itu, film juga menceritakan operasi penumpasan di bawah pimpinan Jenderal Soeharto sampai operasi pemulihan keamanan dan ketertiban.

Saat penayangannya, film itu banyak dibicarakan sebagai film terlaris, terpanjang, dengan isi cerita yang bersifat dokumenter.

Sementara itu, penulis Arswendo Atmowiloto di Harian Kompas pada 2 Oktober 1985 menuliskan, TVRI sebagai pengelola tak bisa menolak untuk memutarnya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com