Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/09/2023, 07:15 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 78 tahun yang lalu atau tepatnya pada 19 September 1945, pemuda atau arek-arek Surabaya merobek warna biru bendera Belanda yang berkibar di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur.

Masyarakat murka dengan Belanda yang melakukan tindakan provokatif dengan mengibarkan benderanya (Merah-Putih-Biru) dengan semena-mena. Padahal, Indonesia saat itu sudah merdeka.

Meski rakyat Indonesia berhasil mengibarkan benderanya di Hotel Yamato tersebut, ini bukan akhir dari perjuangan setelah kemerdekaan.

Perjuangan terus berlangsung hingga terjadinya Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Baca juga: Kenapa Hari Pahlawan Diperingati Tiap 10 November?

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kesultanan Yogyakarta Bergabung dengan NKRI

Awal mula kejadian

Pada 18 September 1945, Belanda dan Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) datang ke Surabaya, Jawa Timur yang kemudian ditempatkan di Hotel Yamato.

Dilansir dari Harian Kompas (10/11/1995), AFNEI di Indonesia sendiri bertugas untuk melucuti tentara Jepang yang kalah dalam Perang Dunia II.

Sekelompok orang Belanda nekat mengibarkan benderanya di tiang atas Hotel Yamato pada 18 September malam.

Saat itu, masyarakat Surabaya belum sadar lantaran hari sudah gelap sehingga tidak terlihat. Terlebih warna biru di bendera Belanda makin tak tampak.

Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Renville, Upaya Belanda untuk Menguasai Indonesia

Gelombang protes berdatangan

Trem listrik melintas di Jalan Gemblongan, tepatnya depan Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Fotax Fotografisch Magazijn, dan Atelier di sisi kiri. Foto diambil tahun 1938.KITLV Trem listrik melintas di Jalan Gemblongan, tepatnya depan Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Fotax Fotografisch Magazijn, dan Atelier di sisi kiri. Foto diambil tahun 1938.

Namun pada esok harinya atau pada 19 September, bendera Belanda yang terdiri dari tiga warna terlihat jelas dan memicu keributan untuk segera diturunkan.

Namun Belanda tidak menggubrisnya, berita pengibaran bendera itu pun segera menjalar ke seluruh kota dan masyarakat terus berdatangan untuk memprotes.

Ketika kerumunan semakin memadat, muncul Residen Sudirman dan masuk ke hotel bersama Sidik dan Hariyono untuk merundingkan pengibaran bendera itu kepada Sekutu.

Dikutip dari Harian Kompas (11/11/2000), Residen Sudirman bertemu dengan Ploegman yang mengaku sebagai perwakilan Sekutu.

Tanpa banyak omong, Residen Sudirman langsung membicarakan masalah inti, meminta supaya bendera Belanda diturunkan.

Baca juga: Latar Belakang dan Isi Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia dan Belanda

Pembicaraan gagal

Namun, Ploegman menolak maksud dari Residen Sudirman dan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.

Halaman:

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com