KOMPAS.com - Pemerintah Jepang mulai membuang air limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke laut pada Kamis (24/8/2023).
Diberitakan Kompas.com, Rabu (23/8/2023), air limbah sebanyak 1,34 juta ton tersebut berasal dari pendinginan reaktor pabrik yang rusak, serta air tanah dan hujan yang merembes masuk ke reaktor.
Air limbah nuklir tersebut berasal dari PLTN Fukushima yang dinonaktifkan pada 2011 akibat tsunami.
Awalnya, air limbah tersebut disimpan dalam kontainer baja di dekat tepi pantai. Namun, saat ini tempat penyimpanan tersebut penuh. Pada 2021, pemerintah Jepang memutuskan akan membuang limbah nuklir tersebut ke laut.
Baca juga: Respons Indonesia dan Malaysia soal Rencana Australia Bangun Kapal Selam Nuklir
Selama bertahun-tahun, mereka merancang sistem penyaringan khusus yang mampu mengurangi tingkat radioaktivitas di air limbah itu. Hasilnya, operator pabrik TEPCO mengatakan bahwa semua unsur radioaktif dalam air limbah nuklir tersebut telah hilang.
Keputusan Jepang membuang limbah nuklir ke laut memicu penentangan dari negara lain, dikutip Kompas.com, Rabu (23/8/2023).
Pemerintah China dan Hong Kong yang menjadi pasar ekspor makanan laut Jepang mengancam akan membatasi masuknya makanan laut dari negara tersebut.
Baca juga: Alasan Mengapa Rusia Rebut Chernobyl dari Ukraina
Lantas, benarkah mengonsumsi makanan laut dari Jepang tidak aman karena pembuangan air limbah nuklir yang dilakukan?
Baca juga: Benarkah Kecoa Bisa Selamat dari Nuklir?
Pakar bidang limbah radioaktif Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika (DTNTF) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Susetyo Hario Putero mengungkapkan bahwa makanan laut Jepang aman dikonsumsi.
Ini karena air limbah nuklir yang dibuang ke laut sudah tidak berdampak radiasi. Sebelum dibuang ke laut, air limbah diolah menggunakan teknologi yang disebut Advanced Liquid Processing System (ALPS).
Selain itu, ia menyebutkan pembuangan air limbah nuklir dari PLTN Fukushima sudah mendapatkan izin dari IAEA.
International Atomic Energy Agency (IAEA) merupakan pusat kerja sama dunia di bidang nuklir yang mempromosikan penggunaan teknologi nuklir yang aman, terjamin, dan damai.
"Mestinya demikian (kalau sudah dapat izin dari IAEA makanan laut dari Jepang aman dikonsumsi)," jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (25/8/2023).
Baca juga: Mungkinkah Indonesia Mengembangkan Energi Nuklir?
Susetyo menjelaskan, izin ini keluar setelah tim independen bentukan IAEA melakukan penelitian terkait keamanan limbah nuklir.
Tim ini terdiri dari para ahli yang berasal dari Argentina, Australi, China, Perancis, Kepulauan Marshal, Korsel, Rusia, Inggris, AS, dan Vietnam.