Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dandi Supriadi, MA (SUT), PhD,
Dosen Jurnalistik

Kepala Kantor Komunikasi Publik Universtas Padjadjaran. Dosen Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Selain minatnya di bidang Jurnalisme Digital, lulusan pendidikan S3 bidang jurnalistik di University of Gloucestershire, Inggris ini juga merupakan staf peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Unpad.

Perkembangan Teknologi Komunikasi dalam Kacamata Teori Klasik (Bagian II)

Kompas.com - 13/08/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM bagian pertama, telah dibahas betapa teori yang dikembangkan tahun 1978 secara mengejutkan dapat menjelaskan fenomena perkembangan teknologi komunikasi yang terjadi saat ini.

Ternyata, teori tersebut dapat digunakan menganalisis secara sosial apa yang menjadi alasan manusia memperlakukan teknologi yang dibuatnya dengan sangat manusiawi.

Baca juga: Perkembangan Teknologi Komunikasi dalam Kacamata Teori Klasik (Bagian I)

Dalam kajian sebelumnya, disebutkan bahwa kedekatan psikologis telah membuat manusia menganggap perangkat komunikasi seperti layaknya manusia.

Terlebih dahulu mari kita tinjau ulang beberapa contoh teknologi apa saja yang menjadi tren saat ini, yang kemudian membuat manusia mempersonifikasikan perangkat teknologi yang dipakainya.

Di era media sosial seperti saat ini, hal yang lumrah saat seseorang menulis status pada pagi hari ketika baru bangun tidur, untuk menceritakan apa yang ia pikirkan atau lakukan saat itu.

Di luar kenyataan bahwa status tersebut kemudian dibaca oleh publik yang mungkin bukan menjadi tujuan awal si penulis status, orang tersebut telah memperlakukan gawainya sebagai kawan "curhat" pagi hari, dan menyerahkan tindakan selanjutnya kepada si gawai apakah statusnya akan disebar ke teman dekatnya saja, atau ke seluruh dunia.

Dua alasan yang paling mungkin mendasari perilakunya adalah: satu, dia merasa perlu mengekspresikan apa yang dia rasakan kepada gawai miliknya tersebut sebagai kawan berbagi cerita; dan dua, dia percaya gawai tersebut dapat melaksanakan maksudnya untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengannya dalam dunia nyata, sehingga ia dapat menantikan respons dari pihak-pihak tersebut untuk bercerita hal yang sama.

Fenomena ini tercipta berkat adanya fasilitas teknologi informasi yang disediakan aplikasi media sosial tersebut.

Secara psikologis, aplikasi tersebut memberikan perasaan dekat, bahkan intim kepada penggunanya. Lebih jauh lagi, aplikasi itu pada praktiknya mendekatkan relasi-relasi di alam nyata yang secara fisik tersebar di tempat-tempat yang jauh.

Contoh lain yang lebih populer sekarang adalah bagaimana manusia memiliki hubungan khusus dengan perangkat yang memiliki kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Kita sering mendengar pengalaman masyarakat (atau mungkin ini pengalaman pribadi) saat bercakap-cakap akrab dengan aplikasi AI yang berperan sebagai manusia atau tokoh publik.

Salah satunya aplikasi RizzGPT, aplikasi chatbot yang membuat kita seakan-akan berbicara dengan tokoh, baik animasi maupun karakter nyata.

Dengan aplikasi ini, kita dapat mengobrol dengan sangat akrab dengan Mario dari serial Mario Bross, misalnya.

Karakter AI ini mengambil ciri khas dari Mario, seperti cara berbicara dan pemilihan kosakatanya. Karakter ini dapat merespons pertanyaan dan pendapat kita dengan langsung sehingga seperti benar-benar bercakap-cakap.

Aplikasi ini dirancang untuk membuat kesan positif bagi penggunanya, sehingga respons dari karakter AI yang dipilih akan berkesan menyukai si pengguna.

Terlepas dari pengaturan respons tersebut, proses komunikasinya sangat alami sehingga kita akan merasa benar-benar sedang mengobrol.

Aplikasi lain yang saat ini cukup populer dan menginspirasi penggunaan aplikasi-aplikasi lain yang sejenis adalah ChatGPT.

Berbeda dengan RizzGPT yang hanya merespons apa yang kita katakan, ChatGPT dapat digunakan juga sebagai kamus, ensiklopedia, proofreader, atau penerjemah.

ChatGPT juga dapat difungsikan sebagai ghost writer atau penulis naskah yang mampu membuat karya tulis lengkap dan indah berdasarkan poin-poin yang kita buat.

Aplikasi ini menuai kontroversi, karena selain memudahkan pekerjaan para penulis yang dikejar tenggat waktu, aplikasi ini mempermudah siswa atau mahasiswa mengerjakan tugas essai sehingga membuat para pengajar ketar-ketir, merasa dibodohi, dan pada akhirnya tidak dapat menilai kemampuan siswanya yang sesungguhnya.

Di luar itu, ChatGPT memiliki kemampuan untuk merespons pertanyaan dengan bahasa yang baik dan juga cepat.

Akibatnya, banyak pula orang yang menggunakan aplikasi ini sebagai tempat berdiskusi, mencari solusi permasalahan hidup, atau sekedar "curhat".

Disadari atau tidak, respons ChatGPT bukan merupakan pemikirannya sendiri, melainkan hasil kurasi dari berbagai data yang ada tersebar di internet.

Namun tetap saja pengalaman psikologis yang dirasakan membuat para penggunanya merasa nyaman untuk "mengobrol".

Kasus lain, seperti yang dibahas dalam artikel bagian pertama, adalah bagaimana masyarakat menyambut dengan antusias sekaligus gelisah akan hadirnya presenter berita TV yang dibentuk oleh AI.

Walaupun ini bukan hal pertama di dunia, namun di Indonesia memang baru pertama kali terjadi ada media jurnalisme yang secara terbuka menggunakan AI untuk mewakili reporter manusia.

Masyarakat pun menerima dengan kekaguman karena AI yang ditampilkan memiliki karakter serta gaya berkomunikasi yang mirip dengan figur yang sudah dikenal sebelumnya.

Penjelasan dari Teori CMC

Contoh-contoh tadi menunjukkan manusia saat ini memiliki rasa kedekatan dengan perangkat yang dia pakai. Kedekatan tersebut lebih bersifat psikologis, di mana seseorang merasakan adanya kehadiran pihak lain dengan cukup intens melalui perantara gawai yang ia pegang.

Kedekatan atau keintiman tersebut dalam beberapa kasus berpengaruh pada kehidupan di dunia nyata, sehingga menimbulkan apa yang disebut 'kecanduan gawai' atau gadget addiction.

Kita diingatkan akan kasus seorang balita yang secara psikomotorik terganggu karena terlampau intens menggunakan gawai untuk menonton tayangan digital.

Dalam teori-teori Computer Mediated Communication (CMC) era 1990-an, ada teori yang menerangkan fenomena semacam ini yang disebut Teori Persamaan Media atau Media Equations Theory.

Byron Reeves dan Clifford Nass (1996), yang memperkenalkan teori ini dalam penelitan mereka, menggambarkan bahwa dalam konteks komunikasi menggunakan perangkat, baik itu radio, televisi, komputer, ataupun media digital lainnya, interaksi yang terjadi pada dasarnya adalah sosial dan alami.

Dengan demikian, hubungan yang terjadi antara manusia dengan gawainya seperti layaknya interaksi antarmanusia dalam kehidupan nyata (Holmes, 2005; Reeves & Nass, 1996).

Teori ini menjelaskan mengapa kemudian para pengguna perangkat komunikasi memperlakukan alat tersebut dengan kedekatan yang familiar.

Teori ini berasumsi bahwa teknologi adalah perpanjangan kehidupan manusia yang sebenarnya.

Artinya, saat manusia tidak menemukan unsur yang biasa ada dalam kehidupannya, dia akan mencari substitusinya yang memiliki karakter sama.

Teknologi hadir dengan berbagai fasilitasnya untuk membantu menghadirkan unsur tersebut. Dalam kasus orang yang bangun tidur lalu menulis status di gawainya, sesungguhnya ia sedang mencari orang lain dalam kehidupan sosialnya yang dapat menjadi temannya berbagi cerita.

Gawai yang ia punyai memiliki kemampuan untuk menjembatani itu, sehingga itulah yang kemudian digunakan, kemudian memperpanjang maksudnya untuk mencapai orang yang dia cari di tempat berbeda.

Lalu dalam kasus antusias masyarakat dalam penggunaan chatbot seperti RizzGPT atau ChatGPT, menurut perspektif teori ini, disebabkan karena memang aplikasi-aplikasi tersebut memiliki kapabilitas dan fasilitas untuk menjembatani ketiadaan dalam dunia nyata.

Seperti Mario dari serial Mario Bross, misalnya, adalah karakter yang tidak mungkin dapat diajak mengobrol di dunia nyata.

Dengan adanya aplikasi AI seperti ini, keinginan tersebut diwujudkan atau diperpanjang sehingga seakan-akan kegiatan mengobrol itu terjadi.

Dari ulasan di atas terlihat bahwa Teori Persamaan Media di atas dapat menjelaskan dan menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini.

Namun ternyata, seperti yang juga diterangkan dalam artikel Bagian Pertama, teori ini dianggap memiliki banyak kekurangan kontekstual terutama dalam hal analisis sosial.

Teori ini lebih banyak berbicara tentang kemampuan teknologi untuk memperpanjang kebutuhan manusia tanpa banyak membahas segi psikologisnya.

Kenyataannya, keintiman pengguna gawai dengan perangkat komunikasinya, serta kebutuhan psikologis untuk melakukan personifikasi benda adalah sebuah aktivisme sosial.

Teori CMC klasik yang lebih sosial

Kritik terhadap Teori Perpanjangan Media membawa kita kembali ke pembahasan teori klasik tahun 1970-an yang dibahas dalam artikel bagian pertama.

Di sinilah letak kemampuan The Electronic Propinquity Theory atau Teori Kedekatan Elektronik dalam menjelaskan mengapa teknologi komunikasi saat ini dengan mudah dikenal, disukai, dan dipakai masyarakat.

Korzenny, pemrakarsa teori ini tahun 1978, memilih untuk lebih melihat fenomena kedekatan manusia dengan perangkat elektronik dengan cara fenomenologis.

Dengan cara inilah ia dapat berurusan dengan kedekatan yang bersifat lebih ke psikologis daripada fisik atau teknis.

Dengan menggunakan ilmu Sosiologi, Korzenny menggunakan perspektif organisasi, di mana organisasi kemudian dikonseptualisasikan sebagai sistem kehidupan.

Untuk menerangkan bagian-bagian sistemnya, digunakan pendekatan fungsionalisme struktural (Korzenny, 1978; Supriadi, 2020).

Ini adalah pendekatan yang memungkinkan Korzenny membuat proposisi tentang bagaimana kedekatan psikologis terhadap teknologi itu dirasakan oleh manusia. Apakah kedekatannya sangat besar, atau sebaliknya, sangat kecil.

Korzenny setidaknya mendapatkan delapan proposisi yang berasal dari penjabaran melalui pendekatan fungsionalisme struktural tadi.

Dalam artikel ini, akan dijelaskan enam proposisi saja yang relevan. Pertama, semakin besar jumlah informasi yang dirasakan, semakin besar propinquity yang terjadi.

Dalam kasus penggunaan teknologi AI saat ini, misalnya, semakin banyak kenyamanan yang dirasakan saat menggunakannya sehingga informasi yang didapat juga banyak, maka semakin dekat manusia dengan teknologi AI ini.

Itu sebabnya mengapa mahasiswa atau siswa sekolah menengah begitu mudah menyukai ChatGPT.

Aplikasi ini bukan sekadar membantu menjawab soal ulangan atau ujian, tapi juga mampu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Seakan-akan ChatGPT yang memikirkan semuanya, walaupun sebenarnya informasi itu berasal dari kurasi data yang tersebar dalam jaringan internet.

Kedua, semakin kompleks informasi yang dibicarakan, semakin kecil propinquity yang dirasakan. Maka, apabila aplikasi AI dipakai untuk mencari data, lalu data yang ditemukan sangat teknis dan rumit, serta disampaikan dengan cara yang kompleks, akan membuat kedekatan dengan teknologi AI tadi semakin menjauh.

Misalnya, dalam kasus penulisan status pada pagi hari, apabila manusia dihadapkan pada informasi yang tidak jelas dalam menggunakan fasilitas penulisan status, dengan sendirinya kedekatan manusia tersebut dengan alatnya akan semakin renggang.

Ketiga, semakin banyak kemungkinan yang tersedia dalam saluran komunikasi untuk saling berhubungan secara langsung, kedekatannya justru semakin besar.

Artinya, berbeda dengan perspektif Teori Persamaan Media, pendekatan fungsional struktural tidak langsung menganggap perangkat elektronik sebagai alat yang dapat menggantikan manusia yang berada di lokasi yang jauh.

Justru yang dilihat adalah kemungkinan-kemungkinan yang difasilitasi perangkat tersebut untuk manusia melakukan hubungan secara langsung, atau setidaknya, seakan-akan langsung. Inilah yang terjadi saat pengguna RizzGPT atau ChatGPT mulai mempersonifikasikan aplikasinya.

Keempat, semakin banyak keterampilan dalam berkomunikasi terfasilitasi, semakin besar propinquity yang terjadi.

Ini yang membuat aplikasi chatbot, aplikasi video conference, atau aplikasi virtual reality misalnya, menjadi mudah membuat kedekatan dengan manusia.

Alasannya adalah, dengan menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut, manusia dapat dengan mudah mengembangkan kemampuan komunikasinya.

Contoh, melalui presentasi virtual reality yang dilengkapi AI sehingga sangat responsif misalnya, manusia dapat mengembangkan dan memperbaiki keterampilan komunikasinya.

Hal itu dilakukan dengan cara menggunakan alat VR itu dengan baik supaya ia mendapatkan informasi yang dicarinya.

Bukan hanya sekadar keterampilan menggerakkan alat saja, tapi yang terlibat adalah keterampilan melihat, mendengar, meraba, dan juga berbicara (apabila melibatkan aplikasi dengan voice command atau interaksi dengan pengguna lain).

Kelima, semakin banyak aturan, semakin kecil propinquity yang didapatkan. Ini sangat lumrah dirasakan, terutama oleh anak-anak muda yang malas mengikuti aturan.

Apabila aplikasinya banyak prosedur, banyak kebijakan, dan banyak pembatasan akses, dengan sendirinya kedekatan akan berkurang.

Misalnya, apabila penggunaan ChatGPT tidak se-instan itu penggunaannya, melainkan harus melalui banyak birokrasi dan prosedur, kedekatan manusia dengan ChatGPT akan berkurang.

Namun kenyataannya, menggunakan ChatGPT itu sangatlah mudah dan instan, tidak banyak aturan, tidak banyak prosedur.

Terakhir, semakin kecil jumlah opsi untuk memilih saluran, semakin besar kedekatan yang dirasakan.

Contoh, saat ini di Indonesia baru satu stasiun televisi yang menggunakan AI sebagai presenter. Maka kedekatan masyarakat pada siaran berita di stasiun televisi tersebut akan sangat besar.

Akan berbeda apabila masyarakat diberi pilihan banyak stasiun televisi, yang sama-sama menggunakan AI sebagai presenter. Tentunya kedekatan dengan stasiun televisi yang pertama tidak akan sebesar saat hanya ada satu televisi yang seperti itu.

Dari keenam proposisi tersebut, terlihat bahwa kedekatan psikologis itu tercipta bukan hanya karena kecanggihan alatnya saja, tapi lebih kepada seperti apa bentuk salurannya, seberapa kompleks aturannya, dan seberapa besar keunikan alat tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan akan informasi. Semuanya dievaluasi oleh manusia melalui apa yang dirasakannya secara subjektif.

Jangan lupa, ini adalah hasil dari analisis menggunakan teori yang saat ini berusia hampir 50 tahun.

Ini sekaligus membuktikan, kecanggihan teori klasik yang terbentuk tahun 1978 membuatnya masih sangat relevan untuk menerangkan fenomena yang terjadi saat ini. Respect kepada para pemikir masa lalu yang sangat visioner.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com