Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

"Pemilu TikTok" dan Kompleksitas Kampanye Digital pada Pemilu 2024

Kompas.com - 27/07/2023, 09:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, melabeli pemilu ini dengan sebutan "pemilu TikTok" mengabaikan sifat komunikasi politik yang kompleks dan berlapis-lapis. Komunikasi politik yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar menjangkau audiens; komunikasi politik membutuhkan persuasi, membangun kepercayaan, dan menumbuhkan rasa kebersamaan, yang sering kali dicapai melalui pesan-pesan yang bernuansa.

Penting juga untuk mempertimbangkan distribusi demografis pengguna media sosial. Meskipun Gen Z menonjol di TikTok, generasi yang lebih tua, yang merupakan bagian penting dari basis pemilih, lebih terbiasa dengan platform seperti Facebook.

Karena itu, kampanye politik yang strategis idealnya harus memanfaatkan berbagai platform untuk melayani demografi yang beragam.

Terakhir, perlu dicatat bahwa meskipun media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk melibatkan pemilih muda, interaksi tatap muka harus tetap ada. Keampuhan media sosial dalam kampanye politik sering kali bergantung pada kekuatan infrastruktur politik yang ada di lapangan.

Kampanye yang sukses perlu mengintegrasikan strategi online dan offline dengan mulus, menggabungkan jangkauan media sosial dengan kekuatan metode kampanye tradisional. TikTok, meski membuka peluang baru dalam dialog politik, khususnya bagi pemuda, memiliki tantangan tersendiri dalam mengadaptasi pesan politik.

Menyebut pemilu 2024 sebagai "pemilu TikTok" pertama bisa jadi prematur. Pemilu ini mungkin lebih mencerminkan integrasi pertama dari berbagai platform digital, bukan hanya TikTok, dalam merumuskan narasi politik.

Baca juga: KPU Minta Partai Buruh Fokus Pencalegan, Bukan Sebarkan Disinformasi soal KPUD

Dengan demikian, meski TikTok memberi warna baru dalam kampanye politik, ia hanya bagian dari gambaran yang lebih luas. Anggapan bahwa TikTok mendominasi pemilu 2024 mungkin lebih mencerminkan minat kita pada media baru, bukan pemahaman tentang kompleksitas politik.

Pendekatan multi-platform dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang tiap platform sangat krusial untuk strategi digital yang efektif. Meski TikTok berperan dalam pemilu 2024, hanya melihat pemilu melalui lensa TikTok terlalu sederhana. Hal ini mengabaikan interaksi antara teknologi, politik, masyarakat, dan faktor lain.

Dengan kesenjangan digital di Indonesia, peran media konvensional seperti TV dan radio tetap relevan. Sehingga, menggambarkan Pemilu 2024 sebagai "pemilu TikTok" pertama lebih mencerminkan minat kita pada media baru, bukan pemahaman tentang dinamika politik yang kompleks. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com