Seorang pelatih fisik berusia 26 tahun yang sekarang tinggal di Kanada, Jinn mengatakan menurutnya anak yang tumbuh di Hong Kong tidak akan merasa begitu bahagia.
Setelah protes dan kerusuhan besar pada 2019, Inggris dan Kanada membuka jalur cepat tempat tinggal bagi warga Hong Kong.
Jinn dan kekasih SMA-nya, Roy, termasuk warga yang akhirnya pindah ke Kanada dan memulai hidupnya di sana.
“Saya tidak menginginkan anak, bukan karena saya tidak menyukai mereka, tetapi saya merasa mereka akan sengsara atau setidaknya tidak begitu bahagia tumbuh di Hong Kong,” katanya.
Mulanya, Roy yang belajar di Amerika Serikat tidak mempunyai semangat untuk emigrasi. Namun setelah berbicara dengan Jinn mengenai masa depan mereka, ia pun berubah pikiran.
“Dia bukan yang mengharapkan pernikahan dan anak sejak kami mulai berkencan. Namun, setelah Kanada mengumumkan ‘skema sekoci’, dia mengatakan kepada satya suatu hari bahwa dia berpikir memulai sebuah keluarga mungkin bukan ide yang buruk dan saya sangat terkejut,” ucap Roy.
Jinn menganggap Hong Kong sebagai tempat yang memprioritaskan kesuksesan finansial daripada kualitas lainnya.
“Rasanya tidak ada jalan lain untuk sukses selain masuk universitas dan menjadi seorang profesional,” tutur Jinn.
Baca juga: Kisah Ngeri Perkawinan Sedarah Keluarga Whitaker, Alami Kelainan Mental dan Fisik
Warga Hong Kong lainnya, Stephanie mengatakan, tidak ada niatan untuk melahirkan bahkan percaya pada pernikahan.
“Untuk waktu yang lama, saya tahu saya tidak ingin punya anak. Tapi setelah 2019, saya menjadi sangat yakin saya tidak menginginkan anak,” kata Stephanie.
Ia mengatakan, ia tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti orang tuanya yang menurutnya gagal melakukan tugas pengasuhan mereka.
Perempuan berusia 24 tahun yang bekerja di bidang pemasaran juga mengungkapkan tentang kurangnya kepercayaan dirinya terhadap masa depan dan system pendidikan Hong Kong.
Ia pun menganggap secara finansial bagi diri dan pacarnya untuk melakukan emigrasi keluar Hong Kong saat ini.
“Yang paling penting, saya tidak melihat bagaimana memiliki bayi akan bermanfaat bagi hidup saya,” tuturnya.
Baginya, tingkat kesuburan yang meningkat hanyalah tentang mempertahankan angkatan kerja dan menjaga agar masyarakat tetap berjalan yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan.
Baca juga: Ucapan dan Kata-kata Selamat Hari Valentine 14 Februari untuk Pasangan, Teman, dan Keluarga
Seorang manajer pemasaran berusia 34 tahun bernama Ah Ying mengatakan bahwa ia tidak ingin mempunyai anak, meskipun sang suami terbuka untuk memiliki anak.
Dilansir dari Channel News Asia (CNA), dia mengurungkan niatan untuk memiliki anak sepenuhnya setelah kerusuhan sosial pada 2019.
Kondisi itu terjadi ketika China memperketat pengaruhnya melalui undang-undang keamanan nasional nda perombakan sistem pemilu untuk memastikan bahwa hanya “patriot” yang memerintah.
Dengan sekolah yang menekankan patriotisme, ia khawatir anak-anaknya kelak akan “dicuci otak”.
Selain itu, ia juga terhambat oleh biaya membesarkan anak dengan budaya yang “kompetitif” yang dimulai dari tingkat balita.
“Ini bukan hanya tentang tekanan emosional, tetapi juga beban keuangan. Jika saya tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, mungkin saya tidak boleh melahirkan sama sekali,” katanya.
Dia dan suaminya pun mengadopsi seekor kucing tahun lalu dan menganggapnya sebagai anggota keluarga.
Mereka pun tidak membicarakan terkait keinginan punya anak karena sudah tergantikan oleh kucing.
Baca juga: Kisah Keluarga Palestina, Melarikan Diri dari Perang di Gaza, Tewas dalam Gempa Turkiye
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.