KOMPAS.com - Wedad tak kuasa menahan air mata ketika menerima kabar kematian keluarga anaknya, Abdel-Karim Abu Jalhoum (50) akibat gempa.
Abu Jalhoum melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Gaza menuju Turkiye dua belas tahun lalu. Keamanan dan masa depan keluarganya menjadi alasan di balik keputusannya.
Namun, gempa besar pada Senin (6/2/2023) yang menghancurkan perbatasan Turkiye-Suriah membunuhnya dan seluruh keluarganya.
Baca juga: Cerita Kesaksian WNI Korban Gempa Turkiye, Wisata yang Menyisakan Trauma
Di rumah keluarga besarnya di Gaza, Wedad berdoa agar jenazah mereka dapat dikembalikan ke rumah untuk dimakamkan.
"Saya tidak melihat putra saya, atau anak-anaknya selama 12 tahun," kata Wedad, ibu yang menangis, berpakaian hitam dan dikelilingi tetangga, dikutip dari Reuters.
"Saya ingin anak-anak saya, saya ingin melihat mereka dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka," sambungnya.
Baca juga: Nasib Penanganan Gempa di Suriah, Alat Usang dan Sulit Menerima Bantuan karena Sanksi
Para kerabat dan tetangga telah memadati rumah keluarga Wedad untuk memberi penghormatan kepada mendiang Abu Jalhoum.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, Abu Jalhoum, istrinya Fatima (33), dan empat anak mereka termasuk di antara 70 warga Palestina yang ditemukan tewas.
"Saudaraku pergi ke Turkiye untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari perang dan blokade di Gaza," Ramzy (50) saudara laki-laki Abu Jalhoum.
Baca juga: Mengapa Respons Dunia terhadap Konflik Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel Berbeda?
Abu Jalhoum sebelumnya bekerja sebagai sopir taksi di Gaza untuk menghidupi keluarganya yang sedang tumbuh dan pergi ke Turkiye pada 2010.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.