Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Unggahan soal Gabungkan DNA Hewan-hewan Berbeda Bentuk Spesies Baru, Bisakah?

Kompas.com - 11/05/2023, 18:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan tentang mencampur atau menggabungkan DNA hewan-hewan berbeda, ramai di media sosial Twitter.

Unggahan video tersebut dibuat oleh akun TikTok ini, dan kembali diunggah di Twitter oleh akun ini, Rabu (10/5/2023).

Tampak dalam unggahan yang dibagikan di Twitter, pemilik akun TikTok mengaku menggabungkan DNA katak dan babi.

"Guyss serius tanya emang nyampurin tes DNA hewan-hewan gini tuh boleh ya? Seremm banget jujur liatnya. Apalagi tesnya ngikutin kemauan netizen gini udah banyak pula," tulis pengguna Twitter.

Bukan hanya katak dan babi, pemilik akun TikTok juga mengaku telah menggabungkan DNA tikus dan babi di dalam sebuah telur ayam.

Hingga Kamis (11/5/2023), unggahan yang disebut menyatukan DNA hewan ini telah dilihat lebih dari 1,7 juta kali, disukai 7.600 kali, dan ditwit ulang oleh 400 warganet Twitter.

Lantas, bisakah menggabungkan DNA hewan seperti pada unggahan?

Baca juga: Viral, Foto Hewan Hasil Kawin Silang Kucing dan Ular Disebut Serpens Catus, Ini Faktanya!


Penjelasan dokter hewan

Dokter hewan sekaligus pengajar di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur, Aji Winarso mengatakan, informasi di media sosial termasuk unggahan soal menggabungkan DNA hewan tak bisa langsung diterima begitu saja.

"Informasi di medsos memang tidak bisa kita terima bulat-bulat," kata dia ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2023).

Kendati demikian, secara teori, Aji mengatakan bahwa penggabungan DNA hewan-hewan dapat dilakukan.

"Jadi secara teori memang bisa dilakukan dengan rekayasa genetika," ujarnya.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Suntik DNA Ikan Salmon yang Dilakukan Krisdayanti

Namun, Aji menegaskan, teori tersebut tidak mudah dalam praktiknya. Sebab, perlu penelitian yang panjang dan biaya yang sangat besar untuk melakukannya.

Menurut dia, rekayasa genetik terhadap hewan harus didahului dengan usulan kajian etik oleh komisi etik.

Jadi, sebelum mempraktikkan, akan dikaji terlebih dahulu apakah rekayasa genetik tersebut etis atau tidak.

"Tidak bisa (sembarangan)," ungkapnya.

Belum lagi, pengkajian keberlangsung hidup dari produk atau makhluk hasil rekayasa genetik termasuk dampaknya bagi sekitar.

"Karena produk rekayasa itu juga harus dikaji apakah berbahaya, apakah menderita, bertentangan dengan agama atau tidak," imbuh Aji.

Baca juga: [HOAKS] Hewan Ternak Hasil Kawin Silang Babi dengan Sapi

Tidak sederhana

Terpisah, Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Slamet Raharjo menjelaskan, menggabungkan dua DNA spesies berbeda tidak sesederhana dalam video.

"Prosesnya sangat rumit karena harus mengetahui secara detil jumlah allel dan jumlah pasangan asam-basa dalam setiap pita DNA," kata dia kepada Kompas.com, Kamis.

Slamet melanjutkan, pita DNA yang dipotong juga harus sesuai dengan yang dipasangkan.

Dokter hewan ini turut menegaskan, menggabungkan DNA tikus atau mencit dan babi di dalam telur ayam seperti salah satu video di akun TikTok, sangatlah tidak mungkin.

"Telur ayam disisipi DNA hewan apa pun akan menetas menjadi anak ayam (yang membawa gen asing), tidak menetas menjadi mencit gundul," ungkapnya.

Baca juga: Pengakuan Si Pengunggah Serpens Catus, Hewan yang Diklaim Hasil Kawin Silang Kucing dan Ular

Rekayasa genetik bertujuan menciptakan variasi baru

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com (2/1/2020), rekayasa genetik digambarkan sebagai ilmu saat karakteristik suatu organisme sengaja dimodifikasi dengan manipulasi genetik.

Biasanya, cara ini menggunakan DNA dan transformasi gen tertentu untuk menciptakan variasi yang baru.

Dengan memanipulasi DNA dan memindahkannya dari suatu organisme ke organisme lain, maka memungkinkan untuk memasukkan sifat dari hampir semua organisme tersebut.

Adapun beberapa organisme hasil rekayasa genetik yang saat ini diproduksi massal, termasuk enzim, antibodi monoklonal, nutrien, hormon, dan produk farmasi yaitu obat dan vaksin.

Baca juga: Misteri DNA Penumpang Kapal Perang Terkuat yang Tenggelam pada Abad 17

Sebenarnya, penerapan rekayasa genetik sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan manusia.

Misalnya, rekayasa genetik pada tumbuhan yang bermanfaat menyediakan kebutuhan pangan masa depan dengan kualitas lebih baik.

Rekayasa genetik juga mampu menciptakan alternatif sumber energi yang dapat diperbarui, seperti biomass dan biofuel pengganti sumber energi konvensional.

Bukan hanya itu, cara ini juga mengembangkan perawatan kesehatan yang lebih baik, dengan obat-obatan lebih efektif bagi manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com