Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Doodle Hari Ini Peringati Ulang Tahun Prof. Dr. Sulianti Saroso

Kompas.com - 10/05/2023, 05:45 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Google Doodle hari ini mengenang dokter asal Indonesia, Prof. Dr. Sulianti Saroso.

Sosoknya dikenal banyak orang sebagai salah satu pakar kesehatan paling signifikan pada masanya karena mempromosikan kesehatan ibu hamil dan keluarga.

Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya disematkan pada Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Baca juga: Sulianti Saroso, Dokter dan Pejuang Kesehatan Bangsa

Profil Prof. Dr. Sulianti Saroso

Profil sosok Sulianti Sarosorspi-suliantisaroso.com Profil sosok Sulianti Saroso

Dikutip dari Indonesia.go.id, Sulianti Saroso lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali. Ia adalah anak kedua dari keluarga dokter M Sulaiman.

Lahir dari orangtua sebagai dokter, tempat Sulianti juga ikut berpindah-pindah mengikut tempat tugas ayahnya. Meskipun demikian, Sulianti selalu mendapat pendidikan terbaik.

Ia menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung, dan melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia.

Di STOVIA ia lulus sebagai dokter pada tahun 1942.

Sosok Sulianti Saroso saat pertemuan di Bangladeshrspi-suliantisaroso.com Sosok Sulianti Saroso saat pertemuan di Bangladesh

Pada masa pendudukan Jepang, Sulianti bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta, yang kini dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo.

Kemudian di awal kemerdekaan, ia ikut bertahan di rumah sakit besar itu. Namun, ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti turut hijrah menjadi dokter republiken dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta.

Sulianti mengikuti garis politik keluarganya. Ayahnya, dokter Muhammad Sulaiman, yang berasal dari kalangan keluarga priyayi tinggi di Bagelen-Banyumas adalah pengurus dan pendiri Boedi Oetomo, dengan pandangan politik yang pro Indonesia Merdeka.

Di Yogya, Sulianti, yang oleh teman-temannya sering dipanggil sebagai Julie, itu benar-benar terjun sebagai dokter perjuangan.

Ia mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik, dan terlibat dalam organisasi taktis seperti Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, selain ikut dalam organisasi resmi KOWANI.

Pada 1947, Sulianti ikut delegasi KOWANI ke New Delhi, menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia.

Dari situ, Sulianti dan teman-teman menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia.

Saat pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta, pada Desember 1948, Sulianti termasuk ke dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan. Ia meringkuk di penjara dua bulan.

Baca juga: Film Dokumenter Maestro Indonesia Sorot Kisah Hidup Inspiratif Sulianti Saroso dan Ciputra

 

Bekerja di Kementerian Kesehatan RI

Pascarevolusi kemerdekaan, dokter Sulianti kembali bekerja di Kementerian Kesehatan. Ia meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris.

Pulang ke tanah air pada 1952, ia telah mengantungi Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London. Ia pun ditempatkan di Yogya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.

Sulianti kemudian melakukan penggalangan dukungan publik untuk program kesehatan ibu dan anak, khususnya pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan gerakan keluarga berencana (KB).

“Dengan penuh semangat dia meminta pemerintah agar membuat kebijakan mendukung penggunaan kontrasepsi melalui sistem kesehatan masyarakat," tulis Terence H Hull, pengamat kebijakan kesehatan dari Australia National University (ANU), dalam People, Population, and Policy in Indonesia, 2005.

Namun kampanye Sulianti saat itu menimbulkan resistensi. Gagasannya ditolak mentah-mentah. Dia juga mendapat teguran dari Kementerian Kesehatan. Tak lama kemudian ia dipindah ke Jakarta, promosi menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di kantor Kementerian Kesehatan.

Memperjuangkan KB

Dokter Sulianti masih terus memperjuangkan ide program KB. Hanya saja melalui jalur swasta. Bersama sejumlah aktivis perempuan, ia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang menginisiasi klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota.

Para pejabat kementerian tutup mata. Untuk membangun model sistem pelayanan ibu dan anak, ia juga mendirikan pos layanan di Lemah Abang, Bekasi.

Tujuannya, pelayanan medik bagi ibu dan anak bukan tujuan akhir. Goal-nya kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia.

Memasuki tahun 1960-an, Sulianti dihadapkan pada masalah. Suaminya, Saroso, yang sebelumnya pejabat tinggi di Kementerian Perekonomian tersisih secara politik.

Sebagai tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia), Saroso mendapat imbas peristiwa PRRI. Tak mau lama terpuruk dalam situasi rumit, Sulianti mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana. Dalam lima tahun, ia meraih gelar MPH dan PhD. Desertasinya tentang epidemiologi bakteri E-Coli.

Menggalakkan Indonesia bebas cacar

Selesai dengan PhD-nya, Sulianti sempat setahun menjadi asisten profesor di Tulane, dan punya opsi memperpanjangnya. Lamarannya untuk menjadi profesional di Kantor Pusat WHO di Genewa, Swiss, diterima.

Namun, saat ia berada di Jakarta mempersiapkan kepindahannya, Menteri Kesehatan Profesor GA Siwabessy menahannya. Tak lama kemudian, dokter Sulianti diangkat menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKN atau kini menjadi Balitbang Kementerian Kesehatan.

Ia pun diizinkan aktif di WHO. Sewaktu menjabat Dirjen P4M, Profesor Sulianti mendeklarasikan Indonesia bebas cacar.

Posisi Dirjen P4M dijalaninya sampai 1975, saat ia mundur dan memilih fokus di Balitbang Kesehatan hingga pensiun 1978.

WHO masih memanfaatkan kepakarannya dan menjadikannya pengawas pada Pusat Penelitian Diare di Dakka, Bangladesh 1979. Di dalam negeri, Ia juga masih diperlukan sebagai staf ahli menteri.

Pada era 1970 hingga 1980-an, gagasan-gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.

Meski memiliki kepedulian besar tentang KB, menurut Dita Saroso, ibunya tak sempat turut terlibat dalam eksekusinya.

"Sepanjang yang saya ingat, Ibu tak pernah masuk BKKBN," ujar Dita. 

Di pengujung karirnya, Profesor Sulianti lebih banyak menekuni bidang yang sesuai dengan kompetensi akademiknya, yakni penyakit menular. Dia juga tetap saja tak tertarik menangani pasien orang per orang. Ia tidak membuka praktek pribadi.

"Ibu itu lebih sebagai dokternya masyarakat," kata Dita.

Filosofinya sebagai dokter bukan sebatas mengobati pasien, melainkan membuat masyarakat (terutama kalangan menengah ke bawah) hidup sehat, sejahtera, dan bahagia.

Untuk mengenang kelahirannya, hari ini Google Doodle Google Doodle memajang gambar Prof. Dr. Sulianti Saroso di home page Google. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Tren
Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tren
Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Tren
6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

Tren
Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Tren
Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Tren
Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Tren
Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

Tren
Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Tren
Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Tren
Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com