Schwab dan Kubler (2001) menyampaikan, dalam OPA pembuatan kebijakan didominasi instansi pemerintah sebagai aktor sentral. Hubungan antara pemerintah dengan aktor kebijakan yang lain bersifat komando.
Max Weber menjelaskan dalam OPA mekanisme kontrol berpusat dari atas ke bawah, begitu pula dengan pengambilan kebijakan. Inti dari konsep administrasi publik tradisional menempatkan negara menjadi aktor utama dalam penyelenggaraan urusan pemerintah (monopoly state).
Kedua, New Public Management (NPM). Publik ditempatkan sebagai customer di mana setiap individu memiliki otonomi dalam membangun hubungan atas kesadaran pribadi dan pilihan-pilihan yang logis (rational choice).
NPM lahir sebagai respon terhadap kelemahan sistem birokrasi tradisional yang dinilai kurang responsif dan terlalu fokus pada proses, bukan pada hasil.
NPM berusaha membongkar monopoli pelayanan, memperluas aktor penyedia layanan serta pendekatan manajemen yang lebih berorientasi pasar (bisnis).
Beberapa komponen yang menjadi kunci dari model tersebut adalah manajemen profesional, adanya standar dan ukuran kinerja yang jelas, penekanan lebih besar pada kontrol output, kompetisi yang lebih besar pada sektor publik, dan gaya sektor publik dalam praktik manajemen.
Ketiga, New Public Service (NPS). Publik sebagai citizen atau warga negara dengan hak dan kewajiban yang sama, relasi tidak semata sukarela, tetapi juga mampu memberi efek jera (coercive).
Janet V Denhardt dan Robert B Denhardt memberi istilah “The New Public Service, Serving not Steering”. NPS menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pelayanan publik, sehingga masyarakat memiliki peran yang lebih aktif dalam menentukan kebijakan publik.
Salah satu sebab mengapa aparat pemerintah menjadi sorotan di ruang publik karena otoritas yang melekat dijadikan sebagai pembenaran dalam melakukan tindakan yang kurang tepat. Nilai kepatutan dan kelayakan menjadi prasyarat penting yang dituntut dalam pelayanan publik.
Di sisi lain, penggunaan kewenangan yang berlebihan pada akhirnya menimbulkan dampak buruk. Apa lagi jika penyalahgunaan otoritas dan kewenangan tersebut dipertontonkan di ruang publik. Setiap orang punya gawai yang bisa digunakan untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan ketimpangan tersebut.
Media sosial tidak akan menjadi sangat powerfull dan memiliki daya penetrasi tinggi sepanjang ASN serta pejabat publik menerapkan tata perilaku dan etika publik dalam kehidupan sehari-hari. Unggahan yang dilakukan sesuai dengan atribusi personal dan penuh integritas, pola kerja menerapkan sistem pelayanan berdasarkan prinsip-prinsip New Public Management (NPM) dan New Public Service (NPS).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.