Ia menjelaskan, perempuan Belanda yang tinggal di Tanah Air pada masa penjajahan juga kerap mengenakan kebaya dalam agenda resmi.
Mereka bahkan menjadikan pakaian ini sebagai identitas kasta. Hal tersebut dilakukan mengikuti para perempuan keraton yang saat itu memiliki derajat sosial lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat biasa.
"Meski tidak digunakan sebagai pakaian tradisional di semua daerah di Indonesia, kebaya di masa kini mampu menjadi penanda identitas bangsa," tegas Indiah.
Menurutnya, pakaian ini lebih populer dipakai oleh orang Jawa, Sunda dan Bali.
Lalu, pada tahun 1940-an, Presiden Soekarno resmi menetapkan kebaya sebagai pakaian nasional.
Indiah mengungkapkan bahwa kebaya sesungguhnya tidak hanya ada di Indonesia. Pakaian ini menjadi pakaian tradisional di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Di luar Asia Tenggara, kebaya juga dipakai oleh warga Jawa, Melayu, dan Portugis Eurasia yang tinggal di Kepulauan Cocos dan Pulau Christmas di Australia, pesisir India dan Sri Lanka, Makau, serta Afrika Selatan.
Baca juga: Kebaya di Belantara Politik
Indiah menjelaskan, kebaya merupakan pakaian dengan bukaan kancing depan yang secara tradisional terbuat dari bahan ringan seperti brokat, katun, kain tipis, renda, atau voile.
"Pakaian bagian bawah untuk melengkapi busana kebaya ini dikenal bisa berupa sarung, songket, kain tenun atau ikat, atau kain panjang batik yang dililitkan ke tubuh dan diperkuat dengan stagen atau angkin," jelasnya.
Ia menyebut, masyarakat umumnya mengenal dua jenis kebaya, yaitu kutubaru dan encim.
Kutubaru adalah model kebaya yang mengaitkan lipatan di bagian dada kiri dan kanan menggunakan bef atau kain penutup di bagian dada.
Sedangkan model kebaya encim tanpa bef dan biasanya dilengkapi renda atau bordir di bagian ujung badan dan lengan.
Untuk melengkapinya, rambut wanita yang memakai kebaya akan ditata dengan konde atau sanggul.
"Konde Jawa dipasang dengan jepit rambut, tusuk konde berornamen yang terbuat dari emas, perak atau besi," lanjut Indiah.
Indiah menambahkan, seiring perkembangan zaman, kebaya kontemporer bermunculan.