"Karena waktu itu tenggelam pun dia nggak benar-benar tenggelam. Cuma beberapa derajat di atas horizon, habis itu dia naik lagi kalau pas midnight sun," lanjutnya.
Baca juga: Seperti Ika Permatasari-Olsen, Ini Tradisi Pelaut Berikan Nama pada Kapal Kesayangannya
Midnight sun atau Matahari tengah malam sendiri merupakan fenomena alam yang terjadi saat Matahari masih terlihat di tengah malam.
Fenomena langka ini hanya ada saat musim panas, di kawasan Lingkaran Arktik dan Lingkaran Antartika, seperti Norwegia, Islandia, Svalbard, Lapland, dan Greenland.
Kala itu, menurut Ika, Matahari hanya melandai tak sampai tenggelam, dan kembali naik. Jika dilihat dari atas gunung, Matahari tampak tinggi, merendah, dan naik kembali.
"Jadi kalau pas tengah malam itu kalau di Indonesia kayak jam 6 pagi. Kelihatan Matahari nggak seberapa tinggi, itu tengah malamnya kita. Jam 3 pagi sudah kayak jam 10-11 siang kalau di Indonesia," tuturnya.
Beberapa fatwa membolehkan untuk mengikuti durasi berpuasa di negara "normal". Namun, saat itu Ika mengaku belum tahu ada keringanan.
"Karena ketidaktahuanku jadi aku puasa 20 jam. Udah lemes banget ya ampun ini kapan buka puasanya. Pas akhirnya tenggelam, ya Allah akhirnya buka."
"Cuma karena perut nggak terisi selama satu hari jadi nggak bisa makan langsung banyak. Ya sudah makan sedikit sedikit, habis itu perutku sakit," cerita Ika.
Selama hampir empat hari, Ika mengikuti durasi puasa di Norwegia. Belum lagi, semakin lama, waktu siang justru semakin panjang.
"Kalau nggak salah waktu itu jadi 10-15 menit lebih panjang per hari. Jadi misalnya hari ini buka puasa jam 22.00, besok jam 22.10, besoknya lagi jam 22.30," ungkapnya.
Hingga begitu mengetahui ada keringanan, Ika memutuskan untuk mengikuti negara terdekat saat itu, Jerman, meski masih dirinya masih berada di Norwegia.
Baca juga: Negara dengan Durasi Jam Sekolah Terlama di Dunia, Indonesia Termasuk?
Meski menjalani puasa di atas kapal, Ika mengaku tak ada persiapan khusus yang dilakukan. Satu hal yang berbeda di kapal hanyalah persediaan makanan.
Biasanya, Ika menyiapkan bahan pangan untuk makan tiga kali sehari. Namun selama puasa, dirinya hanya perlu menyiapkan dua kali makan, yakni untuk sahur dan berbuka.
Puasa juga tak membuat Ika menuruti segala keinginan untuk menyantap makanan-makanan tertentu.
"Terus masak paling karena aku cuma berdua, jadi nggak berlimpah. Karena kita kontrol diri biar nggak jadi food waste (sampah makanan)," katanya.
Jika ingin mengonsumsi makanan khas Indonesia seperti kolak, Ika juga melihat-lihat kembali bahan pangan tersedia yang bisa dia olah.
Jangan sampai hanya karena sebuah keinginan, dia berusaha mendatangkan bahan pangan yang tak ada di negara tempatnya menetap.
"Aku berusaha tidak seperti itu, karena polusi, tidak sustainable sama sekali," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.