Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/03/2023, 16:45 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di media sosial, ramai warganet menanyakan terkait kapan waktu dilakukannya tradisi nyadran.

Sadranan atau nyadran menjadi salah satu tradisi yang masih dilestarikan masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Biasanya, nyadran dilakukan pada masa menjelang bulan Ramadhan.

Salah satu warganet yang menanyakan kapan nyadran adalah akun ini.

"Info nyadran kapan," demikian tulis warganet Facebook, Jumat (10/3/2023).

Akun Facebook ini juga menanyakan kapan waktu nyadran.

"Info nyadran Sido kapan rekk," tulis warganet tersebut.

Baca juga: Kapan Puasa Ramadhan 2023?

Lantas, kapan waktu nyadran 2023?

Tanggal nyadran

Dosen Program Studi Sastra Jawa/Dosen Program Studi Magister Asia Tenggara Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dr Darmoko mengatakan, nyadran dari kata sraddha, berarti keyakinan atau kepercayaan.

Menurutnya, keyakinan yang dimaksud merujuk pada keberadaan kekuasaan (kekuatan) adikodrati yang melingkupi kehidupan umat manusia.

Lebih lanjut, Darmoko menjelaskan terkait waktu pelaksanaan tradisi nyadran.

"Sadranan atau nyadran pada bulan Ruwah biasa dilakukan pada tanggal 10, 15, 20, dan 25," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/3/2023).

Berikut rincian harinya:

  • 10 Ruwah 1956: Jumat, 3 Maret 2023.
  • 15 Ruwah 1956: Rabu, 8 Maret 2023.
  • 20 Ruwah 1956: Senin, 13 Maret 2023.
  • 25 Ruwah 1956: Sabtu, 18 Maret 2023.

Baca juga: Sejarah Cap Go Meh dan Ragam Tradisi yang Mengiringinya...

Mengenal tradisi nyadran atau sadranan

Darmoko mengatakan, nyadran atau sadranan adalah tradisi masyarakat untuk memberikan penghormatan kepada arwah leluhur.

Namun, menurutnya, sebagian juga menamakan tradisi nyadran sebagai ruwahan.

"Pada upacara-upacara sadranan atau nyadran pada bulan ruwah acap kali mementaskan pertunjukan wayang kulit purwa dengan lakon tertentu yang ditujukan sebagai sarana komunikasi antara manusia dengan Tuhan," ujarnya.

"Ekspresi syukur dan berterima kasih kepada Tuhan, Allah SWT, diekspresikan ke dalam seluruh rangkaian upacara pada sadranan atau nyadran seperti perlengkapan makanan dan hasil bumi serta lakon wayang yang menyertai," lanjutnya.

Menurut Darmoko, itu merupakan gambaran manusia hidup tidak akan melupakan dari sumber kehidupan.

Dikatakannya, setiap dusun atau desa terkadang mempunyai tradisi waktu penyelenggaraan sadranan atau nyadran atau ruwahan yang berbeda.

Baca juga: Mengenal Tradisi Tedak Siten, Upacara Adat Jawa Putri Aurel dan Atta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com