Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meninggal Dunia, Begini Kisah Perjalanan Hidup Sipon Istri Wiji Thukul

Kompas.com - 06/01/2023, 08:25 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dyah Sujirah atau lebih akrab disapa Sipon, istri aktivis hak asasi manusia (HAM) sekaligus penyair Wiji Thukul, meninggal dunia di usia 55 tahun pada Kamis (5/1/2023).

Kabar tersebut dikonfirmasi oleh adik Wijo Thukul, Wahyu Susilo.

"Iya (Mbak Sipon meninggal dunia)," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Kamis (5/1/2023).

Menurutnya, Sipon meninggal dunia karena serangan jantung. Dia meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Hermina Solo.

Jenazah rencananya akan dimakamkan di TPU Astana Purwoloyo Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah pada hari ini, Jumat (6/1/2023).

Baca juga: Fajar Merah, Pasifisme, dan Koneksi yang Dibangun Lewat Puisi Wiji Thukul

Riwayat penyakit Sipon

Diberitakan oleh Harian Kompas, teman dekat Sipon, Hastin Dirgantari mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan almarhumah sempat menurun sejak dua pekan terakhir.

Setelah diperiksakan ke rumah sakit, Sipon diketahui memiliki masalah jantung.

Sebelumnya diketahui bahwa Sipon sudah lama memiliki riwayat penyakit gula. Karena penyakit yang dideritanya itu, Sipon harus kehilangan kakinya.

Sipon diamputasi pada pertengahan 2022. Sejak saat itu, kondisi kesehatannya mulai stabil.

Namun, sehari sebelum meninggal, Sipon diduga sempat mengalami gejala asam lambung naik. Hal itu dirasakannya usai menyantap soto di warung, Rabu (4/1/2023).

Sesepuh kampung di tempat tinggal Sipon, Tri Wiyono mengatakan, Sipon mengeluh sakit usai menyantap beberapa sendok soto.

"Makannya cuma dikit, beberapa sendok gitu. Terus dia-nya bilang tidak kuat. Terus pulang tidur. Sore sampai malam dia-nya sambat," kata Tri, dilansir dari Kompas.com, Kamis (5/1/2023).

Menurut Tri, sebelumnya Sipon tidak memiliki riwayat penyakit asam lambung.

"Asam lambungnya barusan kok. Baru dua hari. Di rumah sakit hanya satu malam saja," tandasnya.

Baca juga: Sipon, Istri Aktivis dan Penyair Wiji Thukul, Dimakamkan Jumat di Astana Purwoloyo Solo

Sesepuh kampung tempat tinggal Sipon, Tri Wiyono saat diwawancara media di rumah duka RT 001, RW 014, Kampung Jagalan, Jebres, Solo, Jawa Tengah pada Kamis (5/1/2023).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Sesepuh kampung tempat tinggal Sipon, Tri Wiyono saat diwawancara media di rumah duka RT 001, RW 014, Kampung Jagalan, Jebres, Solo, Jawa Tengah pada Kamis (5/1/2023).

Kisah perjalanan hidup Sipon

Nama Sipon tidak muncul begitu saja. Kakak Sipon, Sarijo menuturkan bahwa mulanya Sipon diberi nama Dyah Sujirah.

Namun karena semasa kecil Dyah Sujirah kerap sakit, keluarga akhirnya meruwat dan mengganti nama panggilannya menjadi Sipon.

Dilansir dari P2K Unkris, Sipon menikah dengan Wiji Thukul pada Oktober 1989.

Tak lama setelah pernikahannya, pasangan tersebut dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani. Lalu anak kedua bernama Fajar Merah.

Menjadi istri Wiji Thukul, Sipon dikabarkan sempat merasa lelah dan takut.

Sejak kasus hilangnya Wiji Thukul dalam gejolak politik pada masa Orde Baru itu, kondisi psikologis Sipon terguncang.

Dia terus mencari keadilan atas hilangnya Wiji Thukul yang hingga embus napas terakhirnya tak juga diperoleh.

Baca juga: Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Bersuara dengan Puisi-puisinya

Penyair Wiji Thukul Wijaya (33)Hariadi Saptono Penyair Wiji Thukul Wijaya (33)

Melalui buku Wiji Thukul: Teka-teki Orang Hilang yang ditulis Tiim Buku Tempo, Sipon terakhir kali berkomunikasi dengan suaminya melalui jaringan telepon pada pertengahan Mei 1998.

Saat itu, Wiji Thukul mnegatakan bahwa dirinya sedang berada di Jakarta dan tidak terlibat dalam aksi kerusuhan.

Namun, hingga kini Wiji Thukul tak kunjung pulang ke rumahnya.

Wiji Thukul menjadi salah satu dari tiga belas orang hilang pada 1997-1998 di era Orde Baru. Sejak saat itu, Sipon terus berjuang mencari keadilan hingga titik darah penghabisan.

Menurut catatan Harian Kompas, harapan Sipon untuk memperoleh keadilan atas hilangnya Wiji Thukul sempat muncul setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.

Berdasarkan keputusan itu, tim yang dibentuk harus melakukan pengungkapan dan mendorong penyelesaian non-yudisial atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

Tim juga perlu merekomendasikan pemulihan bagi korban serta langkah-langkah pencegahan HAM berat di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com