Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Asas Praduga Tak Bersalah

Kompas.com - 17/12/2022, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI para begawan hukum seperti Prof Satjipto Raharjo, Prof Adnan Buyung Nasution, Prof Mahfud MD, Prof Yasonna Laoly saya memperoleh kesadaran bahwa para penegak hukum yang adil dan beradab seyogianya menyelenggarakan penegakan hukum di negara hukum secara berpegang teguh pada pedoman pada asas praduga tidak bersalah.

Asas praduga tak bersalah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruc c, asas praduga tak bersalah dijelaskan sebagai berikut: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Dari penjelasan umum KUHAP dapat disimpulkan bahwa praduga tidak bersalah merupakan asas dasar penegakan hukum di persada Indonesia sebagai negara hukum terutama yang mengatur sikap dan perilaku penegak hukum maupun masyarakat terhadap setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidah pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh hukum tetap.

Pada hakikatnya sukma asas praduga tidak bersalah serasi, selaras, seiring-setujuan, seirama dan senada dengan sukma luhur sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Apabila penjelasan serba adil dan beradab itu dihadapkan dengan kenyataan yang terjadi pada realita proses penegakan hukum di Indonesia, maka terkesan bahwa penjelasan umum KUHAP masih pada tahapan idealisme peradaban yang didambakan das Sollen sebagai panggang yang masih jauh dari api das Sein.

Yang terjadi pada kenyataan alih-alih praduga tidak bersalah ternyata malah praduga bersalah yang bahkan kerap kali meruncing menjadi pemaksaan praduga harus bersalah.

Tampaknya sebagian (tidak semua) masyarakat Indonesia didominir para penganut aliran homo homini lupus yang memang gemar berperangai main hakim sendiri demi tawuran keroyokan mirip serigala gemar ramai-ramai menerkam setiap orang yang diduga melakukan kesalahan berdasar asas praduga bersalah bahkan praduga harus bersalah.

Terkesan bahwa sila ke dua Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memang belum dihayati atau sudah tetapi keliru dihayati oleh mereka yang menganggap ajaran welas-asih atau kasih-sayang sebagai citra kelemahan belaka.

Wajar bahwa mereka yang tidak suka ajaran welas-asih memang lazimnya lebih suka ajaran kekerasan dan kebencian. Maka negara hukum ditafsirkan sebagai negara hukum rimba!

Mutu peradaban suatu bangsa dapat diukur seberapa jauh masyarakat bangsa tersebut menghayati serta mengejawantahkan asas praduga tak bersalah.

Selanjutnya masa depan peradaban hukum di Indonesia tergantung kehendak pilihan kita semua.

Tergantung kita akan memilih untuk asyik menggunakan asas praduga bersalah atau bahkan praduga harus bersalah atau memilih untuk bijak menggunakan asas praduga tidak bersalah demi menegakkan pilar-pilar keadilan dan peradaban di negeri tercinta kita sebagai negara hukum nan gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kerta raharja. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com