Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rawan Gempa dan Banjir, Perlukah Mitigasi Bencana Masuk ke Dalam Kurikulum?

Kompas.com - 23/11/2022, 18:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Cianjur, Jawa Barat diguncang gempa dengan magnitudo M 5,6 pada Senin (21/11/2022) siang.

Guncangan gempa seperti yang terjadi di Cianjur bukanlah kali pertama terjadi di Indonesia.

Berbagai bencana gempa yang merusak, tercatat beberapa kali terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Seperti adanya gempa Lombok yang terjadi pada 2018 lalu, gempa dan tsunami Selat Sunda pada tahun 2018, gempa dan tsunami Palu tahun 2018, gempa Yogyakarta tahun 2006, dan masih banyak lagi.

Tak hanya gempa dan tsunami, wilayah Indonesia tercatat beberapa kali mengalami bencana lain seperti banjir hingga tanah longsor.

Baca juga: Apa Itu Sesar Lembang yang Lokasinya Berdekatan dengan Sesar Cimandiri?

Ramai mitigasi bencana masuk kurikulum

Usai terjadinya gempa di Cianjur, belakangan warganet di media sosial banyak yang mengusulkan kembali agar ada materi mitigasi bencana yang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.

Hal ini banyak diungkapkan sejumlah warganet di media sosial Twitter.

“Emang mapel mitigasi bencana harusnya dimasukkin ke kurikulum wajib Indonesia,” tulis salah satu akun di media sosial Twitter.

“Ih hayuk sih. Pemerintah setempat melakukan sosialisasi mitigasi bencana.. diajarkan berlindung di bawah meja dll di seluruh sekolah dasar dan menengah. Bagian dr kurikulum berpraktek. Lalu ada penilaian menjadi contoh di lingkungan keluarga,” ujar akun yang lain.

Mitigasi bencana itu harusnya masuk kurikulum pendidikan dasar atau at least materi wajib pramuka,” kata akun yang lain.

Bahkan, sebuah petisi dilayangkan di laman Change.org yang meminta agar mitigasi bencana masuk kurikulum.

Adapun salah satu petisi tersebut berjudul "Darurat Mitigasi Bencana Masuk Kurikulum".

Lantas sebenarnya seberapa perlukah mitigasi bencana dimasukkan ke kurikulum pendidikan di Indonesia?

Baca juga: Gempa Bumi Tidak Dapat Diprediksi, Begini Analisisnya...

Perlukah mitigasi bencana dijadikan kurikulum?

Terkait hal tersebut, Kompas.com menghubungi Pengamat Pendidikan Ina Liem.

Saat dihubungi, Ina menilai, mitigasi bencana memang perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum.

“Perlu. Selain karena Indonesia adalah daerah rawan bencana, tren ke depan sepertinya juga makin rawan karena ulah manusia,” ujar Ina ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (23/11/2022).

Pihaknya menilai kurikulum mitigasi bencana ini sebaiknya dimulai bahkan sejak jenjang pendidikan TK.

Adapun pendidikan tersebut menurutnya bisa dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak yang memang mengerti, seperti misalnya lembaga-lembaga penanggulangan bencana.

Lebih lanjut Ina menilai, kurikulum saat ini, sebetulnya sudah bisa dimanfaatkan untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut.

Baca juga: Ini 2 Skema Bantuan Rumah Pemerintah untuk Korban Gempa Cianjur

Presiden RI Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman meninjau lokasi longsor akibat gempa di Kampung Pos, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Sedikitnya 162 orang meninggal dunia, 326 warga luka-luka, dan 13.784 orang mengungsi akibat gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Presiden RI Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman meninjau lokasi longsor akibat gempa di Kampung Pos, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Sedikitnya 162 orang meninggal dunia, 326 warga luka-luka, dan 13.784 orang mengungsi akibat gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur.

“Dengan adanya merdeka belajar, problem-based teaching, sekolah bisa menggunakan konten lokal, melihat potensi bencana di daerah masing-masing apakah gempa, banjir, longsor, gunung meletus, dan sebagainya,” kata dia.

Selain itu, sekolah juga bisa menggunakan local wisdom yang ada.

“Dari zaman dulu orang-orang setempat sebetulnya sudah punya cara-cara sendiri untuk mengantisipasi bencana. Ini juga bisa diturunkan ke generasi berikutnya supaya tidak hilang,” kata dia.

Pihaknya menegaskan hal tersebut bisa dikombinasikan dengan teknologi zaman sekarang.

Hal yang diperlukan selanjutnya menurut dia adalah mengajak siswa berpikir lebih jauh bagaimana meminimalisir bencana terjadi di kemudian hari.

“Kita berharap ada aksi-aksi nyata dari para siswa ke depannya. Dengan demikian kita berharap mereka bisa menjadi impact player sejak di bangku sekolah,” ujar dia.

Baca juga: Selain Sesar Cimandiri, Ada Sejumlah Sumber Gempa Lain di Jabar dan Jakarta yang Patut Diwaspadai

Pihaknya mengatakan siswa juga bisa diajak untuk berpikir kritis bagaimana agar dana-dana pengumpulan bencana tak diselewengkan agar tak bermunculan pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan dalam kebencanaan.

Dikutip dari Kompas.com, 7 Januari 2019, soal edukasi dan mitigasi bencana dimasukkan kurikulum pendidikan sebetulnya sudah diinstruksikan oleh Presiden joko Widodo sejak 2019 lalu.

"Sebagai negara di tempat rawan bencana alam, ring of fire, kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar Presiden Jokowi saat itu.

Pihaknya meyakini, jika muatan edukasi dan mitigasi bencana masuk dalam materi pendidikan, maka Indonesia akan jauh lebih siap menghadapi bencana.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com