Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Deklarasi Kebangkitan Alam "Hutan Bakau" dari G20 Bali

Kompas.com - 22/11/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANDA nyata ‘kebangkitan alam’ awal abad 21, telah lahir dari Bali. “We also acknowledge that ecosystems, including forests, seagrasses, coral reefs, wetland ecosystems in all their diversity, including peatlands and mangrove, support climate change mitigation and adaptation efforts.”

Begitu kalimat penutup poin ke-15 Deklarasi Bali G20 (Group of Twenty) dari Nusa Dua, Denpasar, Bali, Rabu 16 November 2022, mengakui ‘kekuatan’ alam hutan bakau (mangrove) guna mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kini dan ke depan di planet Bumi.

Sebanyak 17 kepala negara dan pemerintahan negara G20 hadir pada KTT G20 di Nusa Dua, Denpasar, Bali, 15-16 November 2022. Mereka menanam satu bibit pohon bakau di Tahura Ngurah Rai Mangrove Forest Park, Bali, hari Rabu, 16 November 2022. Ini tanda nyata kebangkitan alam lahir dari Bali melalui penanaman pohon di hutan bakau.

Baca juga: Kenapa Hutan Mangrove Sangat Penting bagi Ekologi?

Kita baca pesan 45 tahun silam dari Mangawari Waathai (1 April 1940 – 25 September 2011), peraih Nobel Perdamaian, pendiri Green Belt Movement asal Kenya: “Saat kita tanam pohon, kita tanam benih-benih perdamaian dan benih-benih harapan!”

Pemimpin G20 telah menanam jejak ekologis sehat lestari hayat-hidup di Bumi; bukan mengeruk-ngeruk fosil, panas, dan mineral dari Bumi.

Manusia dan tanah-air planet Bumi mulai lahir baru dari bumi Indonesia, bumi Pancasila! Pemerintah Indonesia merintis program pemulihan hutan bakau seluas 600 ha dengan biaya 1,2 miliar dollar AS dari APBN. Zona hutan bakau Bali termasuk dalam program pemulihan, penyehatan, dan pelestarian hutan bakau (AI Junida, 2021). Ini pula rute bangsa dan bumi Indonesia menjadi negara-bangsa adidaya karbon kredit.

Among the mangroves, the world leaders offered this symbolic, small step toward addressing climate change before departing Bali on their respective private jets,” tulis tim reporter CNN edisi Rabu 16 November 2022.

The mangrove tree represents strength, resilience and stability in the face of adversity,” papar MJ Lee et al. (16/11/2022).

Pohon dan hutan bakau adalah simbol dan tanda kekuatan, ketangguhan, dan stabilitas alam menghadapi kesulitan, khususnya perubahan iklim dan pemanasan global akhir-akhir ini. Maka pada jam-jam jelang terbang dengan Air Force One ke Amerika Serikat (AS), misalnya, Presiden AS Joe Biden angkat sekop, masukkan satu bibit pohon bakau ke bumi Bali, yang diikuti para pemimpin G20.

Presiden Joko Widodo mengajak para pemimpin negara G20 dan lembaga internasional mengunjungi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar, Provinsi Bali, pada Rabu, 16 November 2022. Di sana, Presiden dan para pemimpin G20 melakukan kegiatan penanaman pohon mangrove bersama serta berkeliling melihat langsung berbagai spesies mangrove yang ada di Tahura.BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN Presiden Joko Widodo mengajak para pemimpin negara G20 dan lembaga internasional mengunjungi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar, Provinsi Bali, pada Rabu, 16 November 2022. Di sana, Presiden dan para pemimpin G20 melakukan kegiatan penanaman pohon mangrove bersama serta berkeliling melihat langsung berbagai spesies mangrove yang ada di Tahura.
‘Kekuatan’ hutan bakau Indonesia

Sejak awal 2019, saya memimpin satu tim peneliti dan analis pada Staging-Point.Com di Jakarta; ketika itu, tim ini mewawancarai 262 doktor dan 98 profesor dari sekitar 42 lembaga riset dan perguruan tinggi di Indonesia, serta memantau dan merilis kajian peneliti dan ahli-ahli lingkungan dunia. Satu isu yang dipantau khusus oleh tim ini ialah peran hutan bakau dari Indonesia, antara lain menjadi ‘benteng-lindung’ terhadap risiko bencana alam.

Dr Thomas Cherico Wanger et al. (2019) asal Universitas Göttingen (Jerman), misalnya, memimpin riset kolaborasi ahli asal Indonesia, Australia, Jerman, Singapura dan Tiongkok tentang model pertahanan alamiah terhadap risiko gelombang laut dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Wanger et al. (2019) meneliti pertahanan alamiah keragaman-hayati pantai dan masyarakatnya terhadap risiko gelombang laut dan tsunami pada Kota Palu.

If the international research community can monitor such a hybrid 'ecosystembased and engineered' approach in Palu, the 'Palu Model' could become an important learning opportunity for other high risk coastal hazard sites in tropical biodiversity hotspots,” ungkap Dr. Thomas Cherico Wanger. (University of Göttingen, 12/12/2019).

Baca juga: Amankan G20, Pasukan TNI Berhari-hari Sembunyi di Balik Semak Mangrove Tahura Bali

Sejak tahun 2018, Indonesia menyusun rencana perlindungan pantai di Palu. Hasil riset dan kajian Wanger et al. (2019) menemukan bahwa perlindungan ekologis (hutan bakau) meredam risiko gelombang laut dan tsunami. Riset itu membandingkan kinerja perlindungan buatan manusia dan perlindungan hibrida - hutan bakau dan terumbu karang – terhadap masyarakat pesisir dan hotspot keragaman-hayati tropis.

In the future, ecosystem-based protection should form the basis to plan a coastal protection strategy. Improving this strategy through man-made and engineered solutions may make the entire endeavour more cost-efficient and may better protect valuable coastal biodiversity and related ecosystem services,” papar Dr. Thomas Cherico Wanger. Hasil riset tim itu dirilis oleh jurnal Trends in Ecology & Evolution (2019) yang melibatkan ahli lima negara (Indonesia, Tiongkok, Singapura, Australia, dan Jerman).

Kita juga misalnya lihat bahwa Indonesia saat ini, menurut laporan Bank Dunia, memiliki zona hutan bakau sekitar 3,5 juta ha (MJ Lee et al., 2022) atau terluas di antara sekitar 194 negara di dunia saat ini.

Mangroves provide numerous important ecosystem services. Their role as efficient coastal defense systems is perhaps most visually evident, often saving properties and lives from the destructive force of tropical storms,” papar Owen Mulhern (2020), peneliti-ahli hutan bakau, tentang nilai jati-diri hutan bakau selama ini sebagai ‘benteng ekosistem’ hayat-hidup di laut dan darat planet Bumi.

Hutan bakau mencegah erosi pantai melalui ‘benteng-lindung hayat-hidup’ terhadap cuaca ekstrim, misalnya, topan, badai, dan tsunami. Hutan bakau menyediakan jasa-jasa ekosistem vital bagi masyarakat sekitarnya, menyediakan pangan, perlindungan pantai dari cuaca-cuaca ekstrim, mendukung perikanan dan fasilitas gudang karbon alamiah.

Hutan bakau menyerap sedimen dan polutan serta membantu mitigasi dampak gelombang badai dan tsunami pada masyarakat-masyarakat pesisir pantai (Zoological Society of London, 18/1/2019). Maka tentu saja, ini pula kekuatan hutan bakau Indonesia sejak dulu, kini dan masa datang.

Karena itu, pemerintah harus membuat program-program perlindungan petak-petak bakau atau hutan-hutan bakau di berbagai negara. Begitu saran para ahli Zoological Society of London (ZSL), lembaga konservasi nirlaba internasional dan tuan rumah IUCN (International Union for Conservation of Nature) SSC Mangrove Specialist Group yang dirilis oleh Science edisi 18 Januari 2019

Kajian itu melibatkan ahli hutan bakau  yang dirilis oleh jurnal Science (2019) dengan judul The value of small mangrove patches.

We need governments to move away from policy decisions that prioritise large areas and short-term local political gains, and instead adopt a more well-rounded long-term vision, ensuring the value of smaller mangrove patches are appreciated and safeguarded,” papar Dr. David J. Curnick, peneliti pasca-doktoral Institute of Zoology (ZSL) dan anggota IUCN SSC Mangrove Specialist Group, yang beranggotakan ilmuwan asal Afrika, Australia, Asia, Eropa dan Amerika mendukung riset dan konservasi bakau (Science Daily, 18/1/2019).

Peta hutan bakau duniaNabeelah Bibi Peta hutan bakau dunia
Diplomasi ‘kebangkitan alam’

Sejak 1980-an, sekitar 35 persen hutan bakau punah di seluruh dunia karena pembangunan infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, atau aquakultur. Misalnya, hutan bakau di Asia Tenggara, khususnya Filipina, punah akibat pembangunan aquakultur.

All too often mangroves are regarded as irrelevant swamps or wastelands - yet they're incredibly important ecosystems. Globally, yes, mangrove conservation is being looked at, but it's these smaller patches of mangroves in remote areas that need greater recognition,” ungkap Dr. David J Curnick (Zoological Society of London, 18/1/2019).

Di sisi lain, program-program pembangunan pada banyak negara sering merusak ‘benteng-hidup’ ekosistem. Perihal ini, misalnya, David Michel dan Russell Stickor (2012:4) menulis : “Coastal development for ports, roads, and urban infrastructure is damaging or demolishing mangroves, coral reefs, and other habitats. Asian coastlines, for example, lost
1.9 millionhectares of mangroves from 1980-2005, while Africa lost another half million."

Kini tiba saatnya, pemerintah dan rakyat Indonesia membangun tata dunia baru yang adil, damai, serta sehat-lestari ekosistem planet Bumi berbasis diplomasi dan jaringan bilateral-multilateral ‘kebangkitan alam’, yang melindung nilai-nilai kebaikan dan kebenaran alam  untuk hayat-hidup umat manusia kini dan masa datang.

Indonesia’s seagrasses and mangroves conservatively account for 3.4 Pg C, roughly 17 % of the world’s blue carbon reservoir,” ungkap DM Alongi et al. (2016:3) pada jurnal Wetlands Ecol Manage. Maka zona Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 1/5 dari ‘blue carbon stores’ dari planet Bumi selama ini (DM Alongi et al., 2016:11).

Masyarakat dan pemerintah 194 negara perlu bersatu merawat Bumi. Momentum itu sudah terbuka, sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 1991. Sejak itu pula, lahir gagasan dan model ‘diplomasi lingkungan’ yang khusus mengakui, menjamin, dan merawat konektivitas ekosistem global yang menjembatan sekat-sekat teritorial negara (Susskind,
1994).

Kerja diplomasi semacam ini, tulis Ali (2007) lazimnya melaksanakan misi berbasis sains, yang terpisah dari agenda-agenda atau konteks persaingan dan ketegangan politik. Beberapa kita sebut model ‘diplomasi kebangkitan alam’ sejak akhir abad 20 M.

Misalnya, Mozambique dan Tanzania menciptakan Selous-Niassa Corridor sebagai cagar alam gajah. Perbatasan kedua negara akhirnya dikelola melalui manajemen sumber daya alam berbasis masyarakat kedua negara.

Dua isu pokok dari diplomasi ekologis, papar Victor et al. (1998) ialah koleksi data dan fokus konservasi alam. Riset berbasis fakta dan pantauan jangka panjang menjadi unsur perekat kemitraan para pihak (Susskind et al, 2012). Diplomasi ekologis tentu melahirkan era ‘kebangkitan alam’ sejak awal abad 21.

Tantangan dan peluang kini dan ke depan, papar Pamela J Griffin et al. (2014), menyusun dan merangkai bangunan ‘environmental peace’ atau tanah-air hayat hidup dan masyarakat damai di zona-zona konflik, misalnya kekerasan di Sudan dan Ethiopia; Kongo, Rwanda, dan Ethiopia; sangketa wilayah Pakistan dan India; sangketa antara Israel, Lebanon atau Suriah.
Each demands a different ecological diplomacy,” ungkap Griffin et al. (2014).

Tahun 2020, sebanyak 16 peneliti-ahli hutan bakau asal empat negara (Indonesia, Australia, Singapura, dan Amerika Serikat) merilis kajian tentang masa depan emisi karbon di planet Bumi, jika dilihat dari ‘kekuatan’ atau degradasi hutan bakau. Riset itu melibatkan Daniel A. Friess dari Mangrove Specialist Group (Singapura); Temilola Fatoyinbo asal badan antariksa
AS, NASA Goddard Space Flight Center (AS); Sigit D Sasmito asal Center for International Forestry Research, Bogor (Indonesia); Maria F Adame asal Coastal and Marine Research Centre, Griffith University (Australia).

The highest emissions were predicted in southeast and south Asia (West Coral Triangle, Sunda Shelf, and the Bay of Bengal) due to conversion to aquaculture or agriculture, followed by the Caribbean (Tropical Northwest Atlantic) due to clearing and erosion, and the Andaman coast (West Myanmar) and north Brazil due to erosion ..,” papar Adame et al. (2021) dalam jurnal Global Change Biology.

Jadi, zona-zona hutan bakau dunia butuh respons nyata program pemulihan, penyehatan, dan pelestarian hutan-hutan bakau. Tentu saja, program-program ini membuka peluang kemitraan bilateral dan multilateral.

Sejak awal abad 21, berbagai riset dan kajian ilmiah menyingkap kekuatan hutan bakau menyimpan karbon dan mitigasi emisi gas rumah kaca. Maka hutan bakau meraih perhatian dan kepedulian skala internasional dalam rangka strategi dan program mitigasi karbon dan jasa-jasa ekosistem khususnya adaptasi terhadap perubahan iklim (Lovelock et al., 2019).

Para ahli alam, papar Kauffman et al. (2020) giat mengurai dan memetakan ratusan situs hutan bakau dunia, serta upaya-upaya cagar alam hutan bakau dunia. Ini pula peluang diplomasi ekologis, kebangkitan alam, lahir dari bumi Nusantara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com