Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa PDI-P dan Partai Demokrat Tak Pernah Akur? Ini Kata Pengamat

Kompas.com - 18/09/2022, 15:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saling lempar sindiran kerap mewarnai hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Demokrat.

Rivalitas kedua partai pun seakan berjalan abadi sejak puluhan tahun yang lalu.

Partai Demokrat secara konsisten berada di luar pemerintahan dua periode Joko Widodo. Sikap serupa juga dilakukan PDI-P kala Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.

Lantas, bagaimana rivalitas kedua partai ini bermula?

Analis komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, rivalitas PDI-P dan Demokrat muncul karena keduanya bisa menempatkan kadernya jadi presiden pasca-reformasi.

"Jadi kemudian kalau ada rivalitas antara PDI-P dan Demokrat itu wajar," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Minggu (18/9/2022).

Baca juga: Aksi Saling Sindir dalam Perseteruan Rutin Partai Demokrat dan PDI-P


Apalagi, Hendri menyebut kedua partai itu memiliki rekam jejak yang hampir sama, sehingga menumbuhkan rivalitas yang bukan sembarangan.

Hal ini seperti halnya rivalitas yang terjadi di dunia sepakbola antara Liverpool dan Manchester United atau AC Milan dengan Inter Milan.

Karena kondisi ini, ia melihat bahwa Pemilu 2024 bakalan menjadi pembuktian antara kedua partai.

"Jadi 2024 menjadi pembuktian siapa yang kira-kira menjadi pemenang beneran, apakah PDI-P dengan Puan atau Demokrat dengan AHY-nya," jelas dia.

Menurutnya, kedua partai ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jika PDI-P memiliki kekuatan di akar rumput, maka Partai Demokrat sangat kuat di kalangan elit dan tatanan keluarga TNI.

"Ini (Pemilu 2024) El Clasico, karena masing-masing pernah scudetto dan masing-masing kader pernah jadi presiden," tutupnya.

Baca juga: SBY: Saya Harus Turun Gunung, Ada Tanda-tanda Pemilu 2024 Bisa Tidak Jujur

Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saar memamerkan lukisannya di acara Mengenang Almarhumah Ani Yudhoyono di Jakarta, Minggu (19/6/2022).KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saar memamerkan lukisannya di acara Mengenang Almarhumah Ani Yudhoyono di Jakarta, Minggu (19/6/2022).

Sebelumnya, PDI-P dan Partai Demokrat belakangan terlibat aksi saling sindir dan membandingkan antara pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Joko Widodo.

Ini bermula ketika SBY mengaku telah mendengar adanya tanda-tanda Pemilu 2024 dilakukan secara tidak jujur.

Karena kabar itu, SBY pun mengaku harus turun gunung untuk menghadapi Pemilu mendatang.

"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).

Dalam pidatonya, SBY juga menyebut bahwa Pilpres 2024 akan diatur untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Tanggapi SBY, Sekjen PDI-P: Mohon Maaf Pak, Puncak Kecurangan Pemilu Justru Terjadi 2009

Menanggapi kecurigaan SBY, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristianto mengatakan, kecurigaan akan adanya pemilu tidak jujur sebelumnya pernah terjadi di masa kepempimpin SBY pada 2009.

"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak, dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi," kata Hasto, Sabtu (17/9/2022).

Ia pun meminta SBY untuk bertanggung jawab atas kecurangan tersebut.

Terlepas dari itu, Hasto meminta agar SBY tidak menyalahkan Pemerintahan Jokowi apabila tidak bisa mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilpres 2024.

"Bisa tidaknya Demokrat mencalonkan AHY jangan dijadikan indikator sebagaimana tuduhan adanya skenario pemerintah Pak Jokowi untuk berbuat jahat dalam pemilu," jelas dia.

Ia menegaskan, Jokowi tidak pernah berniat dan berpikiran untuk menjegal Partai Demokrat pada Pemilu 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com